Wawancaraterpimpin dikenal dengan istilah wawancara berstruktur atau wawancara sistematis. Bentuk wawancara berstruktur, yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban agar sesuai dengan apa yang terkandung dalam pertanyaan tersebut. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sudah direncanakan secara rinci dan jelas dan dijadikan sebagai pedoman wawancara. Jadi daftar pertanyaan wawancara disusun sebelum melakukan wawancara. 2. Topik dalam wawancara adalah pokok pembicaraan yang dibahas antara pewawancara dan narasumber. Pada gambar di atas, Pak Tomi sebagai narasumber terlihat sedang menyiram tanaman. Berdasarkan teks wawancara di atas, laporan hasil wawancara dalam bentuk tabel yang Berikutcara menyusun pertanyaan wawancara. ADVERTISEMENT 1. Buatlah Pertanyaan sesuai dengan Topik Wawancara Langkah pertama adalah membuat pertanyaan yang disesuaikan dengan topik wawancara dan tentunya dapat memenuhi informasi yang dibutuhkan oleh pewawancara. 2. Menyusun Kalimat Tanya dengan Efektif Terdapattiga jenis wawancara berdasarkan sistem pelaksanaannya. Wawancara Bebas Wawancara ini membebaskan pewawancara untuk menanyakan hal apapun kepada narasumber atau responden dan tidak diberikan acuan pertanyaan. Namun harus tetap diingat bahwa hal terpenting dari wawancara adalah memperoleh hasil dari tujuan yang jelas. Wawancara Terpimpin Wawancaraterstruktur adalah salah satu metode wawancara yang terdiri dari rangkaian pertanyaan yang telah disusun untuk mengumpulkan data yang konsisten pada topik tertentu. implisit adalah sikap bawaan yang menciptakan keberpihakan atau ketidaksukaan terhadap seseorang atau kelompok orang berdasarkan, misalnya, gender, orientasi seksual Pedomanini disusun dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut. 1) Tentukan tujuan yang ingin dicapai dari wawancara. Misalnya untuk mengetahui pemahaman siswa (hasil belajar) atau mengetahui pendapat siswa mengenai kemampuan mengajar yang dilakukan guru. 2) Berdasarkan tujuan tentukan aspek-aspek yang akan diungkap melalui wawancara tersebut. . Wawancara merupakan metoda yang dominan dalam penelitian kualitatif di bidang manajemen dan akuntansi. Metoda ini semakin mapan dan berkembang seiring waktu penggunaannya dalam mempelajari fenomena sosial baik pada riset terapan maupun riset dasar. Tujuan utama bab ini adalah untuk mengenalkan kepada peneliti pemula mengenai metoda wawancara juga memberikan ruang diskusi bagi peminat riset kualitatif. Diskusi dalam bab ini akan diarahkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul ketika menggunakan metoda wawancara. Buku ini dimulai dengan diskusi aspek dasar seperti konsep wawancara dari konsep tradisional ke konsep modern, aspek filosofi, dan ragam wawancara. Selanjutnya dibahas mengenai aspek teknis wawancara dari tahap persiapan seperti alasan memilih metoda wawancara dan bagaimana menyusun pertanyaan wawancara hingga tahap analisis data wawancara. Bab ini juga membahas mengenai transkripsi dan penulisan laporan serta bagaimana menyajikan data dari wawancara. Untuk melengkapi diskusi, akan dibahas juga isu-isu penting seperti saturasi, validitas, reliabilitas, generalisasi, dan aspek pedagogis dari wawancara. Tentunya ada banyak aspek-aspek rinci yang tidak dapat dibahas dalam buku ini seperti peran teori, penyusunan narasi, koding, hingga penggunaan alat analisis seperti critical discourse analysis. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 1 BAB 2 METODA WAWANCARA Indra Bastian Rijadh Djatu Winardi Dewi Fatmawati Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis FEB Universitas Gadjah Mada We live in an “interview society,” in which interviews are central to making sense of life Silverman, 2015, 2016 As in producing jazz, themes and improvisation are the hallmarks of narrative practice. Interview narratives are artfully assembled, discursively informed, and circumstantially conditioned Kvale & Brinkmann, 2014 Pendahuluan Saat ini kita hidup dalam interview society Silverman, 2015, 2016 yang ditandai dengan tersebarnya penggunaan metoda wawancara ini baik di ranah sosial, profesional, maupun akademik. Peran wawancara dalam industri jurnalisme dan juga industri riset semakin dominan. Wawancara kini menjadi metoda yang potensial dan mulai mapan dalam riset ilmu sosial Gubrium et al. 2012. Wawancara mengasumsikan bahwa setiap orang memiliki kemampuan untuk berpendapat. Setiap orang memiliki pandangan dan perasaan mengenai fakta sosial tertentu. Informasi bisa diakses melalui wawancara dengan bertanya pada mereka. Namun wawancara bukanlah sekedar berbagi informasi melalui bertanya dan kemudian mendapat jawaban. Di dalam wawancara juga terdapat fungsi, strategi, taktik yang terus berkembang seiring mapannya metoda ini di antara riset-riset arus utama. Wawancara adalah metoda yang digunakan untuk mencari data primer dan merupakan metoda yang banyak dipakai dalam penelitian interpretif maupun penelitian kritis. Wawancara dilakukan ketika peneliti ingin menggali lebih dalam mengenai sikap, keyakinan, perilaku, atau pengalaman dari responden terhadap fenomena sosial. Ciri khas dari metoda ini adalah adanya pertukaran informasi secara verbal dengan satu orang atau lebih. Terdapat peran pewawancara yang berusaha untuk menggali informasi dan memperoleh pemahaman dari responden. 2 Wawancara tampak sederhana namun sebenarnya begitu rumit. Metoda wawancara berkembang secara dinamis sepanjang waktu. Kerumitan dari wawancara tidak hanya ada di aspek teknis namun juga di aspek epistemologis. Wawancara telah berkembang dari sekedar bentuk komunikasi menjadi semacam alat produksi pengetahuan melalui konstruksi makna antara pewawancara dan responden. Wawancara bisa dikatakan lebih dari sekedar alat. Jika wawancara dilihat hanya sebagai alat maka ilustrasinya akan sebagai berikut • Responden dihubungi untuk menentukan jadwal, lokasi, dan aturan wawancara • Pertanyaan didesain untuk memperoleh jawaban yang sudah dapat diduga hingga protokol wawancara terpenuhi • Tugas responden adalah menjawab pertanyaan dan mereka menunggu pertanyaan disampaikan. • Responden tidak mempunyai wewenang untuk bertanya balik dan jika mereka bertanya maka itu merupakan bentuk dari klarifikasi. Saat ini wawancara semakin berkembang jauh dari sekedar ilustrasi di atas. Wawancara kini lebih menekankan pada interaksi dengan responden. Wawancara telah dievaluasi ulang untuk meninggalkan bentuk penggalian informasi yang monoton menjadi bentuk interaksi yang lebih refleksif dan lebih baik dari sisi struktur dan dinamika interaksi. Perbedaan mencolok antara wawancara dengan percakapan biasa adalah adanya pemahaman mengenai peran pewawancara dan peran responden. Apapun bentuk wawancaranya, peran ini harus ditegaskan. Wawancara modern tidak lagi hanya berfokus pada tataran elit. Setiap orang dapat dipandang memiliki pengetahuan sehingga berpotensi sebagai responden. Singkatnya, wawancara modern memberikan tempat khusus bagi pendapat semua orang. Gagasan bahwa setiap orang mampu merefleksikan pengalamannya, mendeskripsikannya secara individual, dan mengkomunikasikan opini tentang dirinya dan dunia sekelilingnya, menciptakan subjektivitas baru yang layak untuk dikomunikasikan. Konsep ini dinamakan technologies of the self Foucault, Martin, Gutman, & Hutton, 1988. Responden dianggap seseorang yang dapat memberikan deskripsi mendetail tentang pikiran, perasaan, dan kegiatannya dan mungkin lebih baik daripada orang lain 3 Bab ini membawa semangat bahwa wawancara adalah salah satu metoda penting dalam riset bisnis dan akuntansi. Selanjutnya akan dijelaskan mengenai aspek mendasar dari wawancara. Diskusi dalam bab 2 ini akan diarahkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul dari peneliti pemula yang akan melakukan riset dengan metoda wawancara. Diawali dengan diskusi tentang desain dan perencanaan wawancara, diteruskan ke aspek pelaksanaan, dan terakhir adalah bagaimana memahami data wawancara hingga penulisan temuan dari data wawancara. Aspek Filosofis Wawancara Sebelum membahas lebih dalam aspek teknis wawancara, perlu disinggung sedikit bahwa peneliti perlu menghubungkan antara filosofis dan strategi penelitian dengan desain, pelaksanaan, dan juga analisis data wawancara. Misalnya Silverman 2017 menjelaskan pendekatan positivis dari penelitian dengan wawancara. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa proses wawancara akan memberi akses langsung pada pengetahuan yang telah ada dalam pikiran responden. Model ini tidak berusaha memberi interpretasi lewat kacamata teori tertentu. Ada juga Kvale & Brinkmann 2014 yang melihat wawancara sebagai percakapan profesional antara dua pihak di mana pengetahuan akan terkonstruksi lewat interaksi pewawancara dan responden. Pendekatan kedua ini membutuhkan sentuhan interpretasi dan data tidak disajikan apa adanya. Roulston 2010 mencoba membuat 3 klasifikasi pendekatan wawancara dari neo-positivist, romantic, hingga constructionist. Berikut adalah penjelasan singkat yang dapat membantu peneliti untuk menentukan penggunaan metoda ini. Tabel Pendekatan Wawancara ▪ Pewawancara telah terlatih ▪ Pertanyaan terstandarisasi ▪ Meminimalkan bias ▪ Pewawancara berusaha netral ▪ Menghasilkan data yang berkualitas ▪ Menghasilkan temuan yang valid Penelitian Transparansi International tentang Indeks Persepsi Korupsi Quick count pada pemilu ▪ Pewawancara menjalin kepercayaan dan hubungan empatis dengan responden Shady car dealings and taxing work practices An ethnography ▪ Menghasilkan percakapan mendalam ▪ Pewawancara menjalankan peran aktif dalam menggali informasi ▪ Berusaha mendapatkan pengakuan dan informasi yang sesungguhnya dari responden ▪ Menghasilkan interpretasi yang mendalam mengenai partisipan of a tax audit process Boll, 2014 When you make manager, we put a big mountain in front of you’’ An ethnography of managers in a Big 4 Accounting Firm Kornberger, Justesen, & Mouritsen, 2011 ▪ Pewawancara dan responden bersama-sama menggali data lewat wawancara terstruktur dan semi-terstruktur. ▪ Menghasilkan sebuah interpretasi dalam bentuk narasi dan penelitian berusaha memahami topik yang didiskusikan dalam wawancara Beyond the fraud triangle Swiss and Austrian elite fraudsters Schuchter & Levi, 2015 Internal auditors’ roles From watchdogs to helpers and protectors of the top manager Roussy, 2013 Peneliti perlu memahami perbedaan dari ketiga pendekatan agar dapat menentukan mana yang tepat untuk riset mereka. Misalnya pendekatan neo-positivist melihat pengetahuan di dunia sosial dan mencoba independen dalam pandangan dan komentar serta dilandaskan pada fakta. Mereka melihat fakta sama seperti peneliti di ilmu pasti. Sedangkan pendekatan social constructionists melihat pengetahuan dan kenyataan akan terkonstruksi secara sosial selama proses wawancara. Peneliti fokus pada maksud yang dihasilkan melalui proses interpretasi. Peneliti kemudian mengekspresikan dalam bentuk narasi yang sangat tergantung konteks penelitian. Sebuah konstruksi sosial adalah gagasan tentang sesuatu yang diproduksi oleh masyarakat. Konstruksi sosial merupakan salah satu bentuk konsepsi realitas yang mungkin atau mungkin tidak secara akurat mencerminkan kenyataan. Sederhananya, konstruksi sosial adalah cara masyarakat berpikir dan memberi label pada kelompok orang atau benda tertentu. Pendekatan romantic menghasilkan data yang lebih mendalam yang biasanya diperoleh melalui wawancara etnografis. Pendekatan ini lebih dalam 5 masuk ke dalam kehidupan responden. Ketiga pendekatan di atas sama-sama dapat dipakai untuk mengakses pengalaman seseorang. Perlu dipahami bahwa melalui wawancara, kita dapat belajar tentang tempat-tempat yang belum kita kunjungi dan tentang kehidupan sosial di mana kita tidak pernah rasakan. Kita dapat belajar tentang kualitas lingkungan atau apa yang terjadi dalam keluarga atau bagaimana organisasi menetapkan tujuan mereka. Wawancara dapat menginformasikan kepada kita tentang sifat kehidupan sosial yang kompleks dan rumit. Kita dapat belajar tentang orang-orang, nilai-nilai mereka, dan tentang tantangan yang dihadapi seseorang ketika mereka menjalani hidup. Kita dapat belajar juga, melalui wawancara, tentang pengalaman mendalam seseorang. Kita dapat mempelajari apa yang dirasakan seseorang dan bagaimana seseorang menafsirkan persepsi mereka. Kita bisa belajar bagaimana peristiwa mempengaruhi pikiran dan perasaan mereka. Wawancara membuat praktik pembutaan narasi semakin berkembang. Penelitian sosial bertujuan untuk menciptakan narasi berupa dokumentasi dari pengalaman, pengetahuan, dan juga persepsi. Itulah mengapa analisis teks dan teks itu sendiri menjadi penting dalam penelitian sosial. Wawancara pada intinya mencari makna meaning. Makna tidak secara langsung muncul lewat jawaban dari pertanyaan namun secara strategis dirakit bersama dalam proses wawancara Holstein & Gubrium, 1995. Wawancara dapat dilihat sebagai praktik yang melibatkan kerja pembuatan makna meaning-making work. Ada perbedaan antara passive subjectivity dengan active subjectivity. Misalnya pandangan pertama melihat responden sebagai vessel-of-answers’. Sedangkan pandangan kedua menekankan pada transformasi peran responden from a repository of information or wellspring of emotions into an animated, productive source of narrative knowledge’ Gubrium et al. 2012 Wawancara sebaiknya tidak dimodelkan sebagai bentuk pertanyaan dan jawaban dimana wawancara hanya berupa aksi tanya dan jawab. Mishler 1991 menyarankan bahwa sebaiknya wawancara dilihat sebagai interactional accomplishment’ yang melihat kedua aktor wawancara terlibat dalam perbincangan. Proses ini bersifat kooperatif interaktif bukan bentuk pengendalian dan pengarahan percakapan. Disarankan ada komunikasi dua arah dan juga kolaborasi dalam melakukan wawancara 1. Pelaku wawancara hendaknya aktif dan responsif tidak hanya diam dan pasif 6 2. Masing-masing aktor dalam wawancara adalah subjek untuk kerja interaksi, aktivitas yang bertujuan menghasilkan data wawancara. 3. Lebih banyak pertanyaan terbuka, interupsi yang minimal, dan mendorong elaborasi dari pengalaman si responden. 4. Mendorong elaborasi, pewawancara biasanya menggunakan alat naratif seperti "Lanjutkan," "Lalu apa yang terjadi? Pewawancara mendorong munculnya sebuah cerita bukan sekedar jawaban singkat. 5. Rekonseptualisasi wawancara penelitian untuk lebih mendorong responden menceritakan kisah mereka sendiri Konsep baru dari wawancara dipengaruhi salah satunya oleh epistemologi posmodernisme lihat Atkinson & Silverman, 1997; Gubrium, Holstein, Marvasti, & McKinney, 2012; Silverman, 2015. Dampaknya dari diskusi pengaruh posmodernisme pada wawancara adalah 1. Batasan antara peran pewawancara dan responden menjadi kabur. Bentuk hubungan tradisional antara keduanya dikritik karena mereproduksi bentuk kekuasaan dalam masyarakat. 2. Bentuk-bentuk komunikasi baru dalam wawancara digunakan. Pewawancara dan responden berkolaborasi bersama dalam membangun narasi pengetahuan. 3. Responden menjadi lebih peduli tentang isu-isu mengenai representasi ide mereka. 4. Kewenangan peneliti terawasi dalam praktik etika penelitian. Responden tidak lagi dilihat sebagai nomor tak berwajah yang pendapatnya diproses sepenuhnya dengan persyaratan peneliti. 5. Hubungan patriarki tradisional dalam wawancara dikritik. Posisi pewawancara dan responden dinilai sejajar bahkan responden bisa lebih dominan. 6. Media elektronik semakin diterima oleh komunitas akademik. Wawancara dapat dilakukan melalui e-mail, ruang bincang virtual, dan moda komunikasi elektronik lainnya. Ragam Wawancara Sebagian besar peneliti menggunakan wawancara terstruktur, semi-terstruktur, maupun tidak testruktur Rowley, 2009. Tidak terstruktur, semi struktur maupun terstruktur merupakan hasil kebijakan penelitian. Wawancara terstruktur lebih mirip dengan kuesioner, hanya saja responden tidak menuliskan jawaban mereka sendiri. Pertanyaan yang diajukan juga relatif sedikit dan jawaban yang didapat juga relatif pendek. Pertanyaan yang diajukan akan sama untuk setiap responden. Wawancara yang sangat 7 terstruktur sangat jarang ditemui dalam penelitian interpretif maupun kritis. Wawancara jenis ini biasa ditemui dalam penelitian survei misalnya mengenai preferensi pilihan di pemilu. Tujuan wawancara terstruktur adalah untuk memastikan jawaban wawancara dapat secara andal dijumlahkan dan dibandingkan antar grup responden. Wawancara jenis ini juga dikenal sebagai standardised interview atau researcher-administered survey. Berbeda dengan tipe pertama, wawancara semi-terstruktur adalah wawancara dimana responden harus menjawab pertanyaan yang telah disiapkan oleh pewawancara. Sebelum melakukan wawancara telah disiapkan panduan wawancara berupa daftar pertanyaan atau topik skematis dan terstruktur yang akan didalami oleh pewawancara. Panduan wawancara ini bermanfaat agar wawancara berjalan terfokus, berfungsi sebagai panduan, dan untuk memastikan wawancara berjalan sesuai harapan. Pertanyaan yang disusun merupakan pertanyaan utama yang kemudian akan didukung oleh beberapa pertanyaan lanjutan yang berkaitan dengan pertanyaan utama. Sedangkan tipe ketiga umumnya digunakan dalam riset etnografi yang dilakukan dalam jangka panjang dan memungkinkan responden untuk mengekspresikan pendapat mereka secara bebas tanpa intervensi dari pewawancara. Wawancara tidak terstruktur lebih mirip percakapan biasa. Berbeda dengan wawancara jenis lain yang sering dianggap sebagai percakapan terkendali yang lebih menitikberatkan pada kepentingan si pewawancara. Ada banyak jenis wawancara tidak terstruktur misalnya non-directive interviews, focused interview, dan informal interview. Wawancara terstruktur Dalam analisis kuantitatif, bentuk data numerik sangat penting untuk menentukan jenis analisis. Kuesioner kuantitatif disusun, dengan semua subjek ditanyakan pertanyaan yang sama, dalam urutan yang sama, dan subjek merespon pilihan jawaban yang telah disediakan dengan memilih satu opsi dari serangkaian pilihan yang ditetapkan. Nilai numerik mewakili setiap pilihan. Jika subjek memutuskan untuk tidak menjawab, meninggalkan jawaban kosong, "data yang hilang" dapat dibiarkan kosong atau, jika terlalu banyak responden tidak menjawab pertanyaan tertentu, peneliti dapat memutuskan untuk mengabaikan item tersebut dari analisis. Kumpulan data selalu dalam bentuk matriks, dengan tanggapan subyek tercantum baris demi baris dalam baris yang mencantumkan setiap nilai item 8 dan variabel yang membentuk kolom. Data dianalisis secara statistik setelah penyelesaian pengumpulan data. Wawancara tidak terstruktur Dalam wawancara kualitatif, wawancara tidak terstruktur mengacu pada jenis wawancara di mana peneliti mengajukan pertanyaan yang sifatnya umum dan jumlahnya minimal. Pertanyaan hanya berupa topik umum untuk membantu memfokuskan responden. Diikuti dengan proses mendengarkan tanpa melakukan terlalu banyak interupsi pada responden. Sikap mendengarkan bertujuan untuk memperoleh cerita dari si responden. Tujuan peneliti adalah untuk mendapatkan perspektif peserta tanpa memandu peserta. Perlu dicatatat bahwa adanya panduan yang amat rinci merupakan salah satu ancaman utama terhadap validitas wawancara ini. Wawancara tidak terstruktur juga disebut sebagai wawancara yang panjang, tidak standar, untuk memperoleh narasi, bersifat open-ended. Bentuk lain dari wawancara ini adalah wawancara terpandu atau percakapan terpandu Rubin & Rubin, 2012. Peneliti dapat menyiapkan 6 hingga 10 pertanyaan yang berupa pertanyaan umum untuk memandu jalannya wawancara. Kedua pendekatan ini, tidak terstruktur dan terpandu, memberikan peserta kebebasan untuk menceritakan kisah mereka dengan cara mereka sendiri dengan gangguan minimal dari peneliti. Wawancara ini menekankan pendekatan emic, minim campur tangan atau interupsi dari peneliti, untuk meningkatkan validitas. Wawancara kelompok terfokus Wawancara kelompok fokus terdiri dari serangkaian pertanyaan biasanya 10-20 yang dimaksudkan untuk memfasilitasi diskusi dan memantik pendapat di antara sekelompok kecil orang. Pertanyaan yang sama ditanyakan di semua kelompok fokus dalam satu studi. Fasilitator ada untuk mendorong diskusi mengenai topik yang diajukan. Analisis data kelompok fokus dapat berupa analisis konten berdasarkan pertanyaan, meskipun terkadang analisis tematik dilakukan. Tanggapan dari masing-masing kelompok disintesis pertanyaan demi pertanyaan. Wawancara ini tidak berusaha menghitung respon peserta per pertanyaan karena setiap peserta mungkin tidak memiliki kesempatan untuk menjawab setiap pertanyaan. Konsensus keseluruhan dari masing-masing kelompok lebih ditekankan dibandingkan jawaban individu. 9 Wawancara semi-terstruktur Kategori wawancara ketiga adalah wawancara semi terstruktur yang biasanya bersifat kualitatif. Wawancara ini terdiri dari batang pertanyaan yang dapat direspon secara bebas. Kemudian diikuti dengan pertanyaan lanjutan dan probe berdasarkan rencana pertanyaan atau jawaban yang muncul dari dari tanggapan peserta. Wawancara semi terstruktur digunakan ketika peneliti cukup tahu tentang topik atau fenomena sosial yang diteliti misalnya batas-batas topik dan apa yang dan tidak berkaitan dengan pertanyaan penelitian tetapi tidak tahu dan tidak dapat mengantisipasi semua jawaban. Pertanyaan diajukan kepada semua responden dalam urutan yang sama. Wawancara ini dapat dilakukan secara tatap muka, dalam format tertulis, atau melalui telepon. Karena pertanyaan tidak dapat diubah begitu pengumpulan data dimulai. Pengujian pilot terhadap pertanyaan itu penting untuk memastikan bahwa pertanyaan mencakup topik penelitian dan bahwa tanggapan yang diharapkan diperoleh. Data dianalisis sekaligus pada akhir pengumpulan data. Analisis data wawancara semi terstruktur dapat dilakukan dengan analisis isi atau analisis tematik. Tabel Karakteristik dari Tipe-tipe Wawancara Unstructured Narrative Interviews Semistructured Interviews Quantitative Questionnaires Closed-Ended Pemahaman topik si peneliti Bisa deduktif atau induktif Investigator belajar tentang fenomena selama wawancara. Peneliti kebanyakan mendengarkan saja. Investigator memandu arah wawancara melalui pertanyaan umum yang tidak terinci Pewawancara mengembangkan pertanyaan yang dirancang untuk merangsang percakapan di antara peserta, sehingga memunculkan data yang diperlukan Penyidik tahu pertanyaan yang perlu ditanyakan tetapi tidak tahu semua jawaban yang mungkin didapat Penyidik tahu pertanyaan dan jawaban diperlukan Tidak direncanakan sebelumnya tetapi Pertanyaan umum 6-10 dikembangkan untuk Pertanyaan dan pertanyaan terusan yang Batang pertanyaan dan terkadang pertanyaan Pertanyaan dan pilihan tanggapan Unstructured Narrative Interviews Semistructured Interviews Quantitative Questionnaires Closed-Ended dikembangkan selama proses wawancara lanjutan yang direncanakan sebelumnya "Tanggapan panjang" diperoleh dengan interupsi minimal dari pewawancara. Wawancara tidak setara. Pewawancara membimbing 'tanggapan panjang' peserta. Wawancara bersifat setara sebagian. Diskusi di antara peserta dengan fasilitator untuk membandu berbagai perspektif. Wawancara kelompok hanya setara sebagian. Tanggapan tanpa panduan untuk menjawab pertanyaan terbuka. Semua responden ditanya pertanyaan yang sama Semua responden ditanya pertanyaan yang sama dan memilih pilihan jawaban yang sama. Peserta memilih jawaban Contoh perubahan sesuai dengan kebutuhan informasi dari analisis yang muncul Karakteristik sampel diidentifikasi Karakteristik sampel diidentifikasi Karakteristik sampel diidentifikasi Sampel dipilih secara acak dari populasi yang dipilih Bergantung pada ruang lingkup dan kompleksitas fenomena Bergantung pada ruang lingkup dan kompleksitas fenomena Jumlah kelompok dan jumlah peserta harus dipertimbangkan Jika data harus diubah secara numerik, setidaknya 30 peserta diperlukan. Besar ukuran ditentukan oleh sejumlah pertanyaan Bersamaan dengan wawancara Bersamaan dengan wawancara Bersamaan atau pada akhir pengumpulan data Analisis pada akhir pengumpulan data Analisis pada akhir pengumpulan data • Face-to-face interview • Video call interview • Telephone interview • Email interview • Face-to-face interview • Video call interview • Telephone interview • Email interview • Internet interview • Paper based questionnaire Sumber Gubrium et al. 2012 Persiapan Melakukan Wawancara Alasan Menggunakan Wawancara Menurut Rowley 2009, wawancara digunakan pada riset kualitatif untuk mendapatkan fakta dan pemahaman akan opini, sikap, pengalaman, proses, 11 perilaku, atau prediksi. Sebagai contoh, untuk mendapatkan informasi bagaimana auditor junior dididik dan dibina sehingga mampu meniti karir mencapai posisi partner, wawancara dapat dilakukan dengan menanyakan proses sosialiasi dan edukasi di kantor akuntan publik, pola pengembangan karir, dan juga pengalaman dari seorang partner. Wawancara tersebut dapat dilakukan terhadap beberapa partner secara individu satu per satu maupun sekelompok orang dalam bentuk grup terfokus. Wawancara dipilih karena beberapa alasan misalnya untuk menggali informasi yang detail dan kaya serta kontekstual maka wawancara lebih cocok dibandingkan kuesioner. Wawancara cocok digunakan bagi peneliti yang ingin memahami dan meneorikan isu sosial. Melalui wawancara dapat diperoleh pemahaman yang mendalam dan ekstensif tentang fenomena sosial melalui interpretasi tekstual dari data yang diperoleh. Memilih Pertanyaan Wawancara Pertanyaan dalam wawancara dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Tentunya pertanyaan penelitian tidak langsung ditanyakan ke responden. Pertanyaan wawancara perlu disusun agar responden mau menceritakan seputar topik penelitian. Pertanyaan penelitian bisa memengaruhi jenis pertanyaan wawancara. Selain itu pengalaman praktis, teori, maupun penelitian sebelumnya juga dapat menjadi inspirasi untuk menyusun pertanyaan wawancara Rowley, 2009. Penelitian induktif seringkali menggunakan teori sebagai inspirasi. Misalnya peneliti yang menggunakan konsep field Bourdieu secara umum dapat membantu memetakan struktur di lapangan. Dalam konteks audit pemerintahan struktur diduduki oleh politisi, BPK, pemerintahan dan NGO. Kemudian pertanyaan dapat disusun untuk menanyakan peran dari masing-masing agen. Dalam kebanyakan riset dengan wawancara semi-terstruktur, peneliti tidak menyusun pertanyaan yang banyak dan terinci. Misalnya penelitian Fox 2018 dia menyusun tema pertanyaan yang pendek untuk setiap responden. Berikut ini adalah panduan singkat untuk mengembangkan pertanyaan wawancara yang diadopsi dan dimodifikasi dari Harvard Department of Sociology 2017 1. Pertanyaan harus sederhana dan jangan mengajukan lebih dari satu pertanyaan sekaligus. 12 2. Pertanyaan terbaik adalah pertanyaan yang mendapatkan jawaban terpanjang dari responden. Jangan mengajukan pertanyaan yang jawabannya amat singkat tanpa diikuti pertanyan lanjutan. 3. Jangan ajukan pertanyaan yang mengharuskan responden Anda melakukan analisis untuk Anda. 4. Jangan meminta bagaimana pendapat orang lain atau kelompok lain di lingkungan responden. Sebagai contoh pertanyaan “Apa yang dipikirkan orang di sini tentang isu…..?” Anda jarang mendapatkan sesuatu yang menarik. Coba ajukan pertanyaan yang sama ke si responden mengenai pendapat dia sendiri. 5. Jangan takut untuk mengajukan pertanyaan yang sederhana. Jika Anda tidak bertanya, mereka tidak akan memberi tahu. 6. Jenis pertanyaan dalam wawancara misalnya Tabel Jenis Pertanyaan dalam Wawancara ▪ Apakah Anda merasa mudah dalam mengalokasikan anggaran? ▪ Apakah Anda senang dengan cara tim anggaran mengalokasikan anggaran untuk unit Anda? Catatan Pertanyaan semacam itu mungkin sebaiknya diberikan di akhir wawancara wawancara, agar tidak memengaruhi arah wawancara. Pertanyaan tidak langsung Apa yang kebanyakan orang di sini pikirkan tentang cara unit internal audit melakukan pengawasan?’ mungkin ditindaklanjuti dengan Demikiankah apa yang Anda rasakan juga?’ untuk mendapatkan pandangan responden. Saya sekarang ingin beralih ke topik yang berbeda’ Pertanyaan penelusuran probing Menindaklanjuti apa yang telah dikatakan melalui pertanyaan langsung Apakah maksud Anda adalah peran Anda amat signifikan dalam penerapan sistem pengendalian management yang baru di perusahaan ini?’ 13 Peneliti pemula seringkali kesulitan dalam menuliskan pertanyaan wawancara. Melanjutkan panduan singkat pada bagian sebelumnya, bagian ini menjelaskan langkah-langkah dalam menyusun pertanyaan wawancara. 1. Tuliskan pertanyaan penelitian secara umum. Buat garis besar bidang pengetahuan yang relevan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. 2. Kembangkan pertanyaan di bawah topik umum. Pertanyaan disesuaikan dengan jenis responden tertentu sesuai pengalaman dan keahlian mereka. 3. Sesuaikan bahasa wawancara dengan siapa responden yang dituju. 4. Berhati-hatilah menyusun kata-kata dalam pertanyaan sehingga responden termotivasi untuk menjawab sepenuhnya dan sejujur mungkin. 5. Tanyakan "bagaimana" daripada "mengapa" untuk mendapatkan cerita tentang proses. 6. Kembangkan probe yang akan menggali tanggapan yang lebih rinci untuk pertanyaan-pertanyaan kunci. Semakin detail, semakin baik. 7. Mulailah wawancara dengan pertanyaan pemanasan. Sesuatu yang dapat dijawab dengan mudah dan segera oleh responden. Tidak harus berhubungan langsung dengan apa yang Anda teliti. Membangun hubungan awal ini akan membuat Anda lebih nyaman dengan satu sama lain dan dengan demikian akan membuat sisa wawancara mengalir lebih lancar. 8. Pikirkan tentang alur logis dari wawancara. Topik apa yang harus didahulukan? Penyesuaian pertanyaan dapat dilakukan setelah beberapa wawancara. 9. Pertanyaan-pertanyaan yang sensitif sebaiknya ditanyakan menjelang akhir wawancara di saat hubungan kepercayaan sudah terjalin. 10. Pertanyaan terakhir dapa berupa penutup untuk wawancara. Biarkan responden merasa diberdayakan, didengarkan, atau senang bahwa mereka berbicara dengan Anda. Lama Wawancara dan Jumlah Responden Durasi dan jumlah wawancara sangat bergantung pada pertanyaan penelitian serta strategi penelitian yang sedang dilakukan. Sebagai contoh, sebuah penelitian etnografi yang berkaitan dengan isu-isu yang sensitif dan personal mungkin memerlukan wawancara yang lebih lama. Biasanya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kurang terstruktur dan jumlah respondennya relatif lebih sedikit dibandingkan dengan studi yang menggunakan survei dengan pertanyaan-pertanyaan yang lebih terstruktur. Selain itu, durasi dan jumlah 14 wawancara juga bergantung pada ketersediaan waktu dan jumlah responden yang bersedia untuk diwawancarai. Sebisa mungkin mewawancarai sejumlah orang yang cukup dari berbagai latar belakang, peran, pengalaman dan hal lainnya yang mungkin mempengaruhi informasi yang disampaikan. Hal ini dilakukan agar penelitian menghasilkan temuan menarik dan komprehensif. Peneliti juga harus mempertimbangkan ketersediaan waktu dan kemampuan peneliti untuk melakukan wawancara dan menganalisis data. Perlu diingat bahwa data yang sudah dikumpulkan harus dianalisis Rowley, 2009. Memilih Responden Rowley 2009 menjelaskan kualitas hasil dan temuan-temuan riset akan sangat dipengaruhi oleh para informan atau responden yang dipilih. Responden dapat dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditentukan peneliti. Teknik yang digunakan adalah purposive sampling. Peneliti dapat memikirkan siapakah responden yang memiliki posisi untuk menjawab pertanyaan wawancara atau memberi wawasan yang peneliti perlukan. Sebagai contoh, pertanyaan tentang motivasi penerapan sistem pengendalian managemen akan kurang pas jika ditanyakan kepada pegawai baru. Jika teknik pemilihan responden berdasarkan syarat tertentu, peneliti sebaiknya menampilkan informasi demografi dalam laporan riset. Misalnya informasi jabatan, umur, lama pengalaman kerja, kualifikasi, posisi, dan informasi lain yang dianggap relevan. Pertimbangan berikutnya adalah akses ke responden. Akses amat tergantung pada beberapa faktor seperti kemauan dan ketersediaan waktu responden dan juga kemampuan peneliti untuk menemui responden. Jika peneliti tidak mengenal baik responden maka pendekatan awal sangatlah penting. Peneliti harus mengirimkan permohonan sebagai responden. Ini bisa dilakukan dengan banyak cara seperti surat, email, telepon, atau pesan instan. Peneliti paling tidak perlu menjelaskan beberapa poin berikut ▪ Identitas diri peneliti dan alasan melakukan penelitian ▪ Mendapatkan ketertarikan responden melalui penjelasan singkat tentang penelitian yang akan dilakukan ▪ Jelas perihal lama waktu wawancara yang akan dilakukan ▪ Meminta izin merekam percakapan ▪ Memastikan kerahasiaan terjamin jika diminta ▪ Menjelaskan manfaat penelitian 15 ▪ Memberi detail kontak dan meminta kesediaan waktu mereka ▪ Melakukan kontak lanjutan jika tidak ada respon Begitu beberapa responden berhasil diwawancari, teknik snowballing dapat digunakan untuk mencari responden yang lain. Peneliti dapat meminta kontak atau rekomendasi responden potensial lainnya. Mencari responden bisa menjadi proses yang sulit dan menyita waktu dari penelitian. Pelaksanaan Wawancara Memastikan Responden Memahami Pertanyaan Wawancara Peneliti perlu membuat beberapa pertimbangan sebelum menjalankan wawancara. Misalnya peneliti bisa menghindari untuk menggunakan istilah yang terlalu akademik. Contohnya, alih-alih menggunakan istilah skeptisme, istilah kehati-hatian bisa dipakai dalam wawancara. Beberapa pertimbangan lain misalnya adalah memastikan bahwa pertanyaan ● Tidak mengarahkan atau memiliki asumsi tertentu ● Tidak berisi dua pertanyaan dalam satu pertanyaan ● Tidak sekedar menanyakan jawaban ya atau tidak ● Tidak terlalu ambigu atau terlalu umum ● Tidak berusaha menyerang responden Selain itu perlu memperhatikan urutan pertanyaan. Pertanyaan wawancara yang baik akan mengarahkan pada kesimpulan secara alami. Tidak terburu-buru menanyakan pertanyaan utama namun berusaha menggali isu-isu di sekitar topik. Alangkah baiknya melakukan percobaan wawancara untuk memastikan pertanyaan wawancara sudah baik. Percobaan bisa dilakukan kepada teman tapi ada baiknya ada pihak yang berasal dari kelompok responden sasaran Rowley, 2009. Memastikan Wawancara Berjalan Baik Dalam Rowley 2009 dijelaskan bahwa wawancara adalah percakapan maka kedua pihak akan berperan aktif untuk menyukseskan wawancara. Pengalaman dan latar belakang dari kedua pihak akan memengaruhi bagaimana interpretasi pertanyaan wawancara. Sisi baiknya adalah bisa terjadi proses diskusi untuk saling memahami pendapat. Namun bisa juga si responden merasa bosan dengan topik perbincangan atau merasa tidak nyaman dengan pertanyaan yang mereka rasa si pewawancara lebih paham. 16 Proses refleksi perlu dilakukan dan melakukan penyesuaian pertanyaan seiring fase wawancara. Beberapa tips sederhana diantaranya • Mengenalkan diri sebelum wawancara dimulai • Menjelaskan secara singkat dan sederhana penelitian yang sedang dilakukan • Menjelaskan alasan wawancara, dan kenapa penting bagi responden. • Sebutkan estimasi waktu wawancara • Pastikan menjelaskan aspek etika dari wawancara • Pastikan wawancara berjalan sesuai waktu yang direncanakan dengan memperhatikan pertanyaan yang perlu dijawab Terkadang wawancara langsung tidak memungkinkan. Salah satu solusi ketika wawancara langsung sulit dilaksanakan adalah penggunaan telepon, panggilan video, atau bahkan wawancara lewat email dapat digunakan. Membuat Responden Terlibat dalam Wawancara? Peneliti perlu memastikan bahwa apa yang akan ditanyakan relevan dengan pekerjaan atau kehidupan si responden. Untuk wawancara semi-terstruktur, peneliti perlu memberi ruang bagi responden untuk beropini dan menceritakan pengalaman mereka. Namun hindari percakapan yang keluar dari topik atau membahas isu sensitif. Pertanyaan terusan dapat membantu untuk memastikan wawancara berjalan. Teknik yang dapat digunakan misalnya mengulangi pertanyaan, diam sejenak menunggu respon, atau menggunakan kata tanya eksporatif. Cara lain yang mungkin jarang digunakan adalah dengan memberi semacam tugas ke responden. Tugas ini dapat membantu responden untuk terlibat dalam wawancara. Bagi peneliti tugas semacam ini dapat membantu untuk membuat responden fokus pada wawancara. Contoh sederhana dari tugas ini misalnya menggunakan kartu yang bertuliskan topik diskusi dalam wawancara. Peneliti bisa meminta responden untuk bercerita lebih dalam lewat kartu yang ditunjukan. Cara ini juga membantu menghindari kebosanan pada diri responden Rowley, 2009. Transkripsi Hasil Wawancara Wawancara yang dilakukan misal dalam bahasa Indonesia maka proses transkripsi disarankan dilakukan dalam bahasa yang sama. Tujuannya untuk memastikan bahwa semua transkripsi nada suara, ekspresi dan makna implisit 17 akan ditangkap dan dipahami oleh peneliti. Peneliti juga dapat menggunakan catatan lapangan untuk mendokumentasikan semua kegiatan selama dan setelah wawancara. Tujuan catatan lapangan adalah untuk mendukung transkripsi data dari wawancara dan untuk mempelajari hubungan sosial tertentu dalam organisasi Schutt, 2011. Analisis Data Wawancara Data do not represent findings in themselves…… Data become findings only when coupled with methodological and theoretical reflections. Brinkmann, 2013 Memulai Analisis Data Segera setelah wawancara dilaksanakan, peneliti sebaiknya mendengarkan kembali rekaman wawancara dan memikirkan apa yang dibicarakan. Peneliti disarankan membuat catatan mengenai poin-poin penting dari wawancara dan rincian-rincian yang bisa memengaruhi wawancara selanjutnya. Misalnya keakuratan informasi, perubahan konteks, dan perubahan ide awal. Semakin lama peneliti mendengarkan rekaman wawancara, dia akan semakin paham poin-poin wawancara dan perspektif para responden. Semakin familiar akan semakin memudahkan proses transkripsi. Praktik selama ini adalah menanskripsi percakapan ke dalam bentuk teks dan menganalisisnya. Namun proses ini sangat menyita waktu jika seluruh wawancara ditranskripsi. Ada pendekatan lain yakni menanskripsi sebagian, melakukan analisis, kemudian memutuskan akan membutuhkan berapa transkripsi lagi. Saran untuk Analisis Data Beberapa prinsip dalam analisis data wawancara • Analisis merupakan proses iteratif lihat Creswell & Poth, 2017; Miles et al., 2013. • Tidak ada formula khusus untuk analisis. • Analisis data bisa menjadi proses yang membingungkan dan menyita waktu terutama bagi peneliti pemula. • Komponen dalam analisis data adalah pengorganisasian data, memahami data, pengklasifikasian, pengkodean, interpretasi data, dan penulisan laporan. • Analisis yang umum digunakan adalah analisis tematik atau analisis diskursus. 18 • Analisis tematik umum digunakan dalam riset. Analisis ini berusaha mengaitkan tema-tema yang muncul dalam riset dan menyusun narasi yang koheren. Peneliti fokus kepada makna dari wawancara. • Software analisis seperti NVivo dan dapat digunakan untuk membantu analisis. Microsoft Excel juga dapat dipakai jika software-software khusus tidak tersedia. • Cara kerja software analisis adalah dapat membantu peneliti untuk membuat anotasi teks, membuat kode, mencari kata kunci, dan mengorganisir teks. Analisis data adalah proses penting untuk menginterpretasi pengumpulan data menjadi data yang bermakna untuk menjawab pertanyaan penelitian. Schutt 2011 berpendapat bahwa dalam hal mendeskripsikan data tekstual, analisis kualitatif cenderung bersifat induktif, dimana peneliti diminta untuk mengidentifikasi langkah-langkah dalam mengelaborasi data. Setelah pengumpulan data, Miles, Huberman, & Saldana 2013 menyarankan tiga kegiatan dalam analisis reduksi data, tampilan data, dan penarikan kesimpulan / verifikasi. Kegiatan ini bukanlah proses yang terpisah tetapi merupakan bagian yang berurutan dari analisis. 1. Reduksi Data Pengurangan data mengacu pada proses memilih, memfokuskan, menyederhanakan, mengabstraksikan dan mengubah data yang muncul dalam catatan lapangan atau transkripsi tertulis Miles, Huberman, & Saldana, 2013. Pengurangan data adalah suatu proses di mana data mentah diproses menjadi informasi yang berarti. Ini melibatkan penulisan ringkasan, pengkodean, pencarian tema, membuat kluster, membuat partisi dan menulis memo. Menurut Corbin & Strauss 2014, kode adalah representasi abstrak dari suatu objek atau fenomena yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi tema dalam sebuah teks. Setiap transkripsi akhir dikategorikan, berdasarkan tema yang sama dan diberi kode unik di bagian tertentu pada setiap tema. Tujuannya bukan hanya untuk mengelola data untuk analisis lebih lanjut tetapi juga untuk menangkap nuansa makna yang lebih baik yang terletak di dalam teks / transkrip Bazeley & Jackson, 2013. 19 2. Penyajian Data Tampilan data melibatkan hasil dari reduksi data seperti matriks, grafik, bagan dan jaringan Miles et al., 2013. Perangkat lunak NVivo digunakan untuk membantu manipulasi data dan tampilan. Dalam NVivo, pengkodean adalah the process of assigning a code to something for the purposes of classification or identification' Bazeley & Jackson, 2013. Teks yang dipilih kemudian disorot dan diklasifikasikan ke dalam node yang sudah ditentukan. Proses iteratif dapat membantu membuat keputusan pengkodean. Kemudian konsep sensemaking’ yang dikenal dalam analisis bidang organisasi, dapat membantu dalam analisis data. Weick 1995 membedakan sensemaking’ dari interpretasi dimana interpretasi adalah komponen dari sensemaking. Sensemaking sendiri merupakan "proses diskursif dalam membangun dan menafsirkan dunia sosial" Gephart, 1993. Sensemaking dapat didefinisikan sebagai “the ongoing retrospective development of plausible images that rationalize what people are doing" Weick, Sutcliffe, & Obstfeld, 2005 3. Penarikan Kesimpulan Penarikan kesimpulan dalam analisis data wawancara dapat dilakukan lewat berbagai macam teknik. Sering ditemui dalam penelitian antara lain adalah penggunaan analisis isi dan juga analisis tematik. Analisis Isi Proses analisis isi akan memisahkan data dari konteks wawancara untuk analisis dan menempatkannya dalam file terpisah, membentuk kategori untuk konseptualisasi dan analisis lebih lanjut. Tidak ada aturan tentang seberapa banyak atau sedikit isi yang diperlukan sebelum data ditempatkan dalam kategori, berapa banyak potongan kode dapat ditempatkan dalam kategori, atau berapa banyak yang dapat diambil dari satu wawancara; juga tidak perlu bahwa setiap wawancara berkontribusi pada kategori tertentu. Analisis Tematik. Tema mungkin secara eksplisit akan nampak atau bisa juga tersembunyi di balik teks. Tema dapat ditemukan menggunakan teknik interpretatif seperti analisis metafora atau dengan mempelajari apa yang tersirat. Ketika melakukan analisis tematik, tidak ada persyaratan bahwa semua tema akan muncul di wawancara. Mungkin ada lebih dari satu tema dalam satu 20 wawancara, tergantung pada lingkup pertanyaan penelitian dan kekhususan wawancara Kapan analisis tematik atau analisis isi digunakan? Tema atau analisis isi dapat digunakan dengan wawancara yang tidak direncanakan dan dipandu, tergantung pada metoda yang digunakan dan tujuan analisis dari penyidik. Analisis isi disarankan untuk digunakan pada data hasil diskusi grup terfokus dan wawancara semi terstruktur. Analisis dilakukan terhadap baris demi baris percakapan setelah pengumpulan data selesai. Menggabungkan Hasil Wawancara dengan Data Lain Menggabungkan wawancara dengan metoda lain seringg disebut dengan triangulasi. Metoda lain yang dimaksud dapat berupa reviu dokumen, observasi maupun inspeksi. Triangulasi ini setidaknya dapat dilakukan untuk dua hal. Pertama, data yang dihasilkan dari metoda lain dapat digunakan sebagai dasar dan panduan untuk melakukan wawancara. Sebagai contoh, informasi yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan wawancara dengan para direksi dan atau komite untuk penelitian terkait dengan tata kelola perusahaan seperti yang dilakukan oleh Beasley, Carcello, Hermanson, & Neal 2009. Dalam pelaksanaan wawancara dengan direksi maupun komite perusahaan, pewawancara dapat menggali lebih dalam hal-hal yang tidak terdapat dalam dokumen, dan yang terpenting adalah proses, pengalaman atau sudut pandang dari responden mengenai hal yang menjadi pertanyaan penelitian. Selain itu, wawancara biasanya juga dilakukan sebagai tindak lanjut dari hasil observasi. Kedua, data yang dihasilkan dari metoda lain dapat digunakan untuk mendukung dan memperkuat analisa hasil wawancara dalam konteks yang lebih luas. Sebagai contoh, suatu riset yang bertujuan untuk mengetahui pola pembinaan auditor junior di kantor akuntan publik dapat melakukan wawancara dengan para partner dan auditor di beberapa kantor. Setelah itu, peneliti dapat melakukan observasi kegiatan sehari-hari auditor di kantor maupun di luar kantor untuk mengetahui konteks dalam wawancara sebelumnya. Triangulasi hasil wawancara juga dapat dilakukan dengan melakukan reviu terhadap dokumen pendukung seperti catatan kepegawain maupun modul training auditor. Pada intinya, triangulasi data ini dilakukan untuk meningkatkan validitas dan realibilitas data yang diperoleh dari metoda wawancara maupun metoda lainnya. 21 Data yang diperoleh dari berbagai metoda di atas akan dianalisis dengan tahapan yang sama dengan data mentah wawancara, melalui tahapan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan, seperti yang telah dibahas pada sub-bab sebelumnya. Miles dan Huberman 1994 menyatakan bahwa data yang dihasilkan dari berbagai metoda dalam riset kualitatif adalah berupa kata-kata bukan angka. Oleh karena itu, pemberian kode pada data saja tidak cukup. Peneliti harus mampu menunjukkan bagaimana elemen-elemen data yang diperoleh dari berbagai metoda ini dapat diartikulasikan dan saling berhubungan dalam bingkai teori yang menjadi landasan penelitian. Penulisan Hasil Wawancara Temuan dari wawancara biasanya disajikan melalui subbab yang merefleksikan tema-tema analisis. Tema-tema ini harus sesuai dengan tujuan atau pertanyaan penelitian. Jika temuan tidak sesuai, maka perlu dilakukan tinjauan ulang, penajaman, atau menyesuaikan pertanyaan riset. Poin-poin penting di bawah tema utama sebaiknya diidentifikasi dan dilaporkan, kemudian diilustrasikan lewat jawaban-jawaban dari responden. Kuotasi harus sesuai dengan teks penjelasan, kemudian penyajian 1 halaman penuh kuotasi tanpa penjelasan tidaklah tepat. Lalu bagaimana jika dalam satu tema terdapat ketidaksetujuan atau pertentangan dari para responden. Beberapa peneliti pemula kesulitan menghadapi situasi ini. Cara terbaik adalah melaporkan perbedaan pendapat ini dalam temuan dan jangan menutupinya. Terakhir adalah penyajian temuan dapat ditingkatkan lewat penggunaan tabel, diagram, dan alat ilustrasi lain yang merangkum analisis data. Menulis bagian metodologi The goal of interview studies is not to impress the reader with how much you have done a huge number of interviews, but with how well you have conducted and analyzed the interviews Wolcott, 2009, Aturan utama dalam penulisan metoda adalah deskripsikan apa yang telah dilakukan dan mengapa. Wawancara tidak bisa dilakukan tanpa strategi dan keterampilan. Oleh karena ini bagian metodologi hendaknya secara transparan menjelaskan apa yang dilakukan oleh si peneliti. Bagian metodologi setidaknya berisi 3 hal. Pertama adalah teori yang mendasari metodologi kualitatif. Perlu dicatat bahwa ada banyak sekolah 22 pemikiran yang mendasari metoda kualitatif. Sebut saja ada fenomenologi, social constructionist, atau grounded theory. Kedua, adalah aspek data yang diperoleh. Misalnya bagaimana peneliti merekrut responden. Apakah ada isu sensitif yang layak diperhatikan. Ketiga, peneliti perlu memperhatikan isu kecukupan data. Perlu menjelaskan bahwa responden yang dipilih dapat memberikan informasi yang cukup untuk analisis. Semisal peneliti hanya mewawancari tujuh orang, maka peneliti perlu menunjukan bahwa informasi dari tujuh responden tersebut berkualitas untuk analisis. Silverman memberikan pertanyaan untuk memandu penulisan bagian metodologi wawancara How did you go about your research? What overall strategy did you use and why? What design and techniques did you employ? Why these and not others? Bagian metodologi hendaknya tidak hanya berisi deskripsi yang disarikan dari buku teks. Penulis perlu memberikan justifikasi tentang pelaksanaan wawancara. Misalnya peneliti perlu menjelaskan alasan mengapa mewawancarai lima orang mengenai pengalaman mereka dalam isu penganggaran. Lebih rinci lagi beberapa pertanyaan yang bisa dijawab dalam penulisan bab metodologi 1. Mengapa wawancara dan tidak metoda lain? 2. Bagaimana responden direkrut? 3. Apakah studi telah memperoleh persetujuan dari komite etika 4. Berapa partisipan yang terlibat 5. Seperti apa karakteristik dari partisipan 6. Kapan wawancara dilakukan dan oleh siapa 7. Berapa lama wawancara dan di mana mereka dilakukan? 8. Apakah wawancara direkam dan ditranskripsikan? 9. Bagaimana peneliti memperoleh informed consent? 10. Bagaimana panduan wawancara dibangun? 11. Metoda analisis apa yang digunakan? 12. Apakah jumlah responden yang dipilih cukup? 13. Apa tujuan analitisnya? 14. Siapa yang melakukan analisis? Ini dijelaskan ketika penelitian dilakukan oleh tim riset Penyajian metodologi sebenarnya sangat fleksibel. Ada yang menuliskan sebelum bab temuan atau disebut format tradisional. Ada juga yang menuliskan setelah temuan. Pendekatan kedua akan membuat pembaca membaca temuan dan menarik simpulan, baru kemudian dijelaskan 23 bagaimana peneliti mencapai hasil tadi. Ada juga penyajian metoda secara terintegrasi dalam teks sehingga tidak ada bab metodologi secara khusus. Menuliskan bagian analisis dan temuan [Data analysis] ….is not to accumulate all the data you can, but to can’ get rid of much of the data you accumulate” Wolcott, 2009. The problem is not to get data….. The problem arises afterwards, when the researcher has to reduce the often huge amounts of data into relevant bits that can be analyzed and written about Brinkmann, 2013 Jika bagian metodologi digunakan untuk menuliskan jawaban dari pertanyaan how do you know maka bagian analisis dan temuan dimaksudkan untuk menuliskan pertanyaan what do you mean dan juga what have you found out by intereviewing people about this? Masalah yang dihadapi oleh peneliti kebanyakan adalah bagaimana mengolah data wawancara yang begitu banyak sehingga menjadi tulisan yang mudah dimengerti. Data yang diperoleh tidak semua perlu dijelaskan. Itulah mengapa ada proses reduksi data. Dalam penjelasan cukup ditampilkan bukti percakapan yang representatif. Brinkmann 2013 membagi ke dalam dua aspek penulisan analisis dan temuan yakni struktur makro dan juga struktur mikro. Perlu dicatat bahwa tidak ada format baku dalam penulisan analisis dan temuan. Namun banyak panduan yang dapat digunakan terutama dari institusi tempat asal studi yang mungkin perlu diikuti. Bab analisis dan temuan perlu menjelaskan teknik untuk mengurutkan, pengkodean, kategorisasi, pola dari data. Dahler-Larsen 2008 menjelaskan bawah tujuan dari data display adalah to demonstrate a chain of evidence for readers that links conclusions with data’. Penyajian data menjadi krusial di bagian temuan karena pembaca sering bingung bagaimana peneliti mengkaitkan data ke analisis dan ke temuan. Untuk mengatasinya, ada tiga aturan dalam penyajian data yang dapat dipakai adalah autentik, inklusif, dan transparan Brinkmann, 2013. 1. Autentik artinya data harus ditampilkan sesuai bentuk aslinya bukan interepretasi si peneliti. Interpretasi ada pada analisis yang mengikuti tampilan data. 24 2. Inklusif artinya semua data yang diwakili oleh sebuah kategori harus dimasukan dalam tampilan, 3. Transparan maksudnya peneliti harus transparan dalam menjelaskan bagaimana temuan disimpulkan. Ekspresi yang digunakan dalam penelitian juga dapat berbeda dari logika penelitian kuantitatif. Misalnya jika hanya ada satu orang yang menyatakan aspek suatu aspek yang unik maka tidak masalah jika dituliskan Seperti yang diungkapkan oleh satu auditor bahwa…… Brinkmann 2013 menyampaikan bahwa penyajian data adalah konstruksi peneliti sendiri. Ada peran pertimbangan dan juga interpretasi subyektif dalam mengorganisasi temuan. Sekali lagi, tidak ada format atau langkah baku untuk melakukannya. Struktur makro Struktur makro dalam penulisan analisis dan temuan akan sangat tergantung tujuan penelitian. Struktur makro adalah bentuk penulisan dan desain penulisan yang akan menunjukan apa yang dilakukan dalam penelitian. Berikut adalah beberapa bentuk struktur makro yang umum ditemukan. Tabel Struktur Makro dalam Penulisan Analisis dan Temuan Teks temuan harus menunjukkan bagaimana penemuan diperoleh dan didukung oleh desain dan metodologi penelitian Teks bisa mengambil bentuk cerita yang kronologis untuk menunjukkan bagaimana sesuatu konsep baru muncul menjadi praktik melalui penelitian Temuan dapat ditulis dari perspektif orang pertama peneliti, memungkinkan pembaca untuk mengikuti langkah penelitian yang dilakukan peneliti Pendapat lain datang dari Silverman 2015. Menurut Silverman, peneliti dapat menjelaskan temuan dengan variasi berikut 25 Tabel Alternatif Pendekatan Penulisan Analisis dan Temuan Induktif, iteratif theory driven coding dan data driven coding Digunakan dalam penelitian kuantitatif. Pertama nyatakan hipotesis; kedua uji hipotesis; ketika diskusikan implikasi penelitiannya . Pendekatan abduktif, framing seperti novel dengan menjelaskan sesuatu masalah kemudian berjalan ke proses penyelesaian. Struktur Mikro 1. Penggunaan kuotasi Salah satu permasalahan yang dihadapi ketika menulis temuan adalah bagaimana dan seberapa banyak kutipan wawancara seharusnya digunakan. Kvale dan Brinkman 2008, pp 279-281 memberikan panduan yang dapat dipertimbangkan. • Kutipan harus berhubungan dengan teks utama. Maksudnya adalah peneliti harus memberikan bingkai acuan dalam membahas sebuah kutipan dan terdapat interpretasi dari kutipan tersebut. Bingkai berupa siapa yang menyampaikan kutipan dan mengapa atau bisa juga konsep teoritis dari si peneliti. Hindari menuliskan kutipan yang tidak berhubungan dengan teks. • Kutipan harus dihubungkan dengan konteks tertentu. Kutipan bukanlah percakapan utuh yang dipahami oleh pembaca. Peneliti tentu mengetahui karena mengikuti wawancara dari awal sampai akhir. Oleh karena ada baiknya memberikan konteks kutipan. Sebagai contoh beberapa penulis mencoba menampilkan bagian wawancara lengkap dengan pertanyaannya. Tujuannya adalah agar pembaca mengerti konteks wawancara. Tentunya tidak semua kutipan perlu dituliskan juga pertanyaannya. • Kutipan harus diinterpretasikan. Peneliti harus menegaskan kutipan itu akan mendukung sudut pandang mana, apakah akan membuktikan atau menegasikan sesuatu. Peneliti perlu meyakinkan bahwa kutipan tersebut menarik untuk diperhatikan dan dipilih. Dalam memberikan intepretasi, peneliti seharusnya tidak hanya mengulang kutipan namun juga ada memberikan tambahan perspektif dari kutipan tersebut. • Hindari menampilkan terlalu banyak kutipan tanpa memperhatikan porsi interpretasi yang diberikan. Misalnya kutipan yang memakan separuh 26 halaman akan berlebihan dan menyulitkan pembaca dan menghilangkan minat mereka. Meski tidak ada formula khusus berapa panjang kutipan diberikan namun sebaiknya tidak melebihi separuh halaman. Akan lebih baik jika kutipan disajikan pendek. • Kutipan yang panjang sebaiknya tidak disajikan utuh. Untuk kutipan yang panjang dan berisi banyak aspek yang menarik dibahas maka ada strategi yang dapat digunakan. Kutipan panjang dapat dipecah-pecah kemudian disajikan secara terpisah diikuti dengan interpetasi peneliti. • Gunakan kutipan terbaik yang dapat mewakili suatu tema. Kutipan yang dipilih adalah kutipan yang paling mendalam, mencerahkan, dan berupa pernyataan yang diformulasikan dengan baik. Untuk tujuan pelaporan ada baiknya disebutkan ada tidaknya responden lain yang memberikan pendapat serupa. Variasi dalam jawaban jika sesuai tema dapat juga disajikan untuk menunjukan perbedaan sudut pandang. • Utamakan makna dan orisinalitas jawaban. Kutipan sebaiknya diubah ke dalam format tulisan tanpa mengubah makna dan orisinalitas jawaban responden. Sebaiknya ada keterangan bagaimana kutipan diubah. Agar pembaca mengetahui apakah peneliti mengubah kutipan jika iya apa saja yang diubah. 2. Kelemahan dalam Penulisan Analisis dan Temuan Wawancara Bagian ini menjelaskan kelemahan dari bagian diskusi yang sering ditemui di penelitian wawancara. Pavlenko 2007 menjelaskan beberapa masalah dalam struktur mikro bagian analisis dan temuan di penelitian wawancara ▪ Kurangnya premis teoritis yang digunakan sehingga membuat pembaca bingung dari mana peneliti menyusun kategori dan konsep berasal dan bagaimana saling terkait selama proses analisis. Ditambah juga tidak jelasnya prosedur untuk melakukan kategorisasi coding ▪ Terlalu mengejar saturasi sehingga cenderung melupakan tema-tema yang diluar pengulangan atau tidak sesuai tema awal. ▪ Terlalu fokus pada teks bukan konteks. Talmy & Richards 2011 menambahkan saran untuk kelemahan-kelemahan yang mungkin ditemui dalam penulisna hasil wawancara • Menjelaskan premis teoritis dari analisis. Peneliti perlu menjelaskan bagaimana kategori dalan analisis tema dikonstruksikan. 27 • Deskripsikan bagaimana data wawancara dikelompokan dalam kategori-kategori tertentu • Hati-hati dalam menggunakan konsep saturasi. Sering muncul atau berulang atau tidaknya suatu jawaban wawancara tidak bisa selalu dijadikan panduan. • Memberi perhatian pada apa yang disampaikan oleh responden tapi juga apa yang tidak mereka sampaikan. • Melakukan refleksi mengenai peran pewawancara dalam analisis. Wawancara selalu merupakan bentuk interaksi dan produksi percakapan lewat cara tertentu. Kesadaran akan hal ini perlu diselaraskan dengan analisis dan temuan penelitian. • Berhati-hati dengan ketidaksesuaian teoritis. Misalnya bagi peneliti yang menggunakan epistemologi social contructivitis namun wawancara tidak digunakan secara tepat untuk menggali pengalaman dari partisipan. Jika seseorang memilih untuk menggabungkan teknik, prosedur, dan konsep dari berbagai filosofi dan epistemologi yang berbeda, setidaknya harus ada diskusi meta-teoretis atau metodologis sebagai bentuk justifikasi. Seringkali sebuah penelitian menjelaskan bagian metodologi dengan isi berupa penjelasan yang standar. Penjelasan seperti itu cenderung membosankan bagi pembaca alih-alih mengundang mereka untuk masuk ke dalam narasi. Solusinya adalah peneliti dapat mencoba pendekatan reflektif untuk membuat tulisan lebih menarik Kvale dan Brinkman, 2008. Penulisan Artikel Riset Kualitatif Berbasis Hasil Wawancara Untuk menyebarluaskan hasil penelitian yang telah dilakukan, selain menuliskannya menjadi tesis maupun monograf, peneliti juga dapat membuat artikel/ paper untuk dipublikasikan di jurnal ilmiah. Peneliti tentu saja harus memilih jurnal yang tepat, dimana editor dan pembaca jurnal tersebut tertarik terhadap riset kualitatif dan juga data maupun temuan-temuan yang diperoleh melalui metoda wawancara. Akan tetapi, tidak semua jurnal yang memuat riset kualitatif mempunyai kebijakan yang sama terkait dengan pendekatan penelitian, kecukupan data maupun cara penulisan hasil penelitian. Penelitian kualitatif cenderung tidak memiliki “tingkat signifikansi” yang disepakati, begitu juga tidak ada ketentuan khusus mengenai jumlah minimum wawancara maupun observasi yang harus dilakukan dalam sebuah penelitian. 28 Hal ini dikarenakan adanya perbedaan metoda maupun asumsi epistimologi dan ontologi yang mendasari riset kualitifatif, sehingga standarisasi dalam penulisan paper riset kualitatif bukanlah hal yang ingin dicapai oleh para peneliti. Namun demikian, Pratt 2009 memberikan panduan untuk menulis artikel riset kualitatif, termasuk yang menggunakan metoda wawancara. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan penulis diantaranya adalah ▪ Keseimbangan antara data dan teori. Disarankan agar penulis tidak terlalu banyak menceritakan telling tentang data, tetapi akan lebih baik jika dapat menunjukkan showing data tersebut dan menjelaskan hubungan antara data dengan teori. Ini dimaksudkan agar pembaca dapat melihat dengan jelas hubungan yang masuk akal plausible antara data yang diperoleh dengan teori yang digunakan untuk menjelaskannya theorizing dan juga interpretasi penulis. Data yang dimaksud dapat berupa kutipan-kutipan wawancara yang penting power quotes dan juga kutipan yang membuktikan proof quotes Pratt, 2008. Selain itu, menggungkapkan data dan temuan-temuan di lapangan tanpa diikuti dengan argumentasi dan analisis berdasarkan teori yang digunakan membuat paper tersebut tampak seperti riset deskriptif. ▪ Penulis dapat mempertimbangkan penggunaan gambar figures untuk mengorganisasikan dan memperjelas alur berpikir. Penggunaan gambar juga akan sangat efektif untuk memvisualisasikan hubungan antar data atau bukti sehingga terbentuk rantai bukti chain of evidence. Jika dibuat dengan baik, gambar tersebut dapat menjelaskan secara visual bagaimana penulis beralih dari data mentah hasil wawancara ke label atau konstuk teori yang digunakan untuk menginterpretasikan hasil wawancara tersebut, seperti yang ditampilkan dalam Corley & Gioia 2004 184. ▪ Pertimbangkan untuk menyertakan pertanyaan wawancara atau protocol pada lampiran artikel. Hal ini menjadi penting agar reviewer maupun pembaca dapat mengetahui bagaimana tujuan dan pertanyaan penelitian dapat terjawab melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada responden. Selain itu, pertanyaan wawancara juga dapat digunakan untuk menentukan sejauhmana temuan-temuan yang dipaparkan penulis berkaitan dengan pertanyaan wawancara dan bagaimana peneliti menanyakan hal tersebut kepada responden. ▪ Hal yang tidak kalah penting dalam penulisan riset kualitatif berbasis wawancara atau metoda yang lain adalah pembuatan alur cerita. 29 Pembuatan narasi ini bertujuan agar tercipta suatu cerita yang koheren, dimana tema-tema hasil penelitian tidak berdiri sendiri tetapi merupakan satu kesatuan dalam sebuah cerita. Masing-masing tema dapat diumpamakan seperti karakter dalam sebuah cerita. Siapakah yang akan menjadi tokoh utama, hambatan apa yang dihadapi, hal apa yang ingin dicapainya dan seterusnya. Seperti halnya cerita dalam literasi yang mempunyai tokoh utama, suatu riset kualitatif juga harus mempunyai fokus atau hal utama yang dibahas didalamnya. Oleh karena itu, paper-paper riset kualitatif cenderung hanya memiliki satu atau dua tujuan dan pertanyaan penelitian saja, salah satu tujuannya untuk memudahkan dalam pembuatan alur cerita. Peran Konteks dan Isu Lain dalam Analisis Transkrip Wawancara Konteks dalam Wawancara Bagian ini dimulai dengan membahas secara singkat mengenai peran konteks dalam wawancara. Davies 2008 menjelaskan bahwa data yang dihasilkan dari wawancara seharusnya tidak hanya berupa apa yang telah disebutkan oleh si responden, namun juga catatan mengenai konteks yang mungkin mempengaruhi jawaban dari si responden. Mann 2016 menjelaskan bahwa konteks dalam wawancara berkaitan dengan pertanyaan mengapa, dimana, bagaimana, dan apa ▪ Mengapa’ adalah alasan peneliti melakukan wawancara, tentunya ini dijelaskan pada topik dan fokus dalam wawancara ▪ Dimana’ adalah konteks fisik, sosial, dan institusional wawancara dilakukan, termasuk lokasi penelitian dilakukan. ▪ Bagaimana’ adalah jenis dan teknis wawancara, apakah dilakukan dalam interaksi alami atau sudah diatur sebelumnya. Termasuk jenis pertanyaan dan alat yang digunakan. Misalnya apakah menggunakan skype, telepon, atau tatap muka. ▪ Apa’ dapat berupa konteks yang berkaitan dengan semua teks, dokumen, artifak, foto, atau video yang relavan sebagai pendukung wawancara. Peneliti perlu menghubungkan antara content atau apa yang dikatakan si responden dengan context perkataan si responden dalam wawancara. Tujuan utamanya untuk memperoleh pengetahuan yang lebih robust dan berguna. Penelitian hendaknya dapat menyeimbangkan keduanya. Tidak terlalu menekankan pada isi dan memberi sedikit perhatian pada konteks wawancara. 30 Apa yang dikatakan oleh responden selalu terbentuk secara kontekstual dan dihasilkan dari negosiasi’ dengan pewawancara. Isu Lain Analisis data kualitatif adalah klasifikasi dan interpretasi data penelitian yang umumnya berupa bahan linguistik atau visual untuk menjelaskan tentang dimensi implisit dan eksplisit serta struktur dari fenomena sosial. Analisis data kualitatif juga diterapkan untuk menemukan dan menggambarkan masalah di lapangan, struktur, proses dalam rutinitas dan praktik sosial Flick, 2014. Hasil wawancara memerlukan transkripsi untuk kemudian digunakan untuk analisis data. Dalam analisis data ada banyak pendekatan dan tradisi yang perlu untuk diketahui. Misalnya adalah etnografi, life history, case study, content analysis, conversation analysis, discourse analysis, analytical induction, dan grounded theory. Meskipun ada banyak pendekatan yang menentukan apa yang akan dianalisis. Meskipun begitu proses dalam melakukan analisis secara garis besar sama. Berikut proses yang diadopsi dari De Hoyos and Barnes 2012 1. Pengumpulan data dan manajemen 2. Organisasi dan penyiapan data 3. Pengkodean dan pendeskripsian data 4. Konseptualisasi, klasifikasi, kategorisasi, dan identifikasi tema 5. Menghubungkan data 6. Interpretasi, membuat penjelasan, dan menyediakan makna. Lantas bagaimana proses umum ketika dilakukan analisis? Umumnya peneliti melakukan hal-hal berikut a. Membuat kode-kode awal b. Menambahkan komentar atau refleksi dalam bentuk memo c. Mencari pola, tema, hubungan, urutan, perbedaan d. Mendalami pola e. Elaborasi data dan kaitkan ke konteks f. Mencoba mengkaitkan konteks pada badan pengetahuna yang ada untuk membagun teori. Dalam analisis data perlu dibedakan antara deskripsi data dan konseptualisasi data. Deskripsi menyediakan penjelasan dari kasus yang sedang diteliti. Sedangkan konseptualisasi adalah mencoba menciptakan kategori umum, 31 abstrak dari data dan mencoba menggunakannya untuk menjelaskan fenomena yang sedang diteliti. Misalnya data menunjukan bahwa alokasi anggaran di suatu pemerintah daerah terlihat lebih berfokus pada pembangunan fisik dilihat dari persentase alokasi. Deskripsi data akan membantu menjelaskan angka-angka tersebut. Sedangkan konseptualisasi data akan membantu menjelaskan lebih dalam aspek kondisi, sebab, dampak, konteks yang ada di luar deskripsi angka alokasi anggaran. Istilah lain yang perlu diketahui adalah theoretical sampling dan juga theoretical saturation. Peneliti melakukan theoretical sampling lewat data lain untuk dibandingkan dengan data yang sudah ada. Pengambil sampel ini adalah fitur unik dalam penelitian grounded theory. Peneliti mencoba untuk mengumpulkan data untuk memeriksa, mengisi, dan juga menambah kategori teoritis. Sedangkan theoretical saturation adalah sebuah konsep yang dipakai untuk menentukan kapankah analisis data selesai dilakukan. Jika peneliti merasa analisis sudah tidak lagi menghasilkan penambahan pada teori maka itulah akhir dari proses analisis. Menilai Kualitas Hasil Riset Wawancara Menilai kualitas hasil riset bisa dilihat dari beragam aspek. Tidak semua dapat dibahas pada bagian ini. Fokus diskusi singkat disini adalah untuk menilai data yang diperoleh dari wawancara. Pertanyaan besarnya, bagaimana menilai kualitas data kualitatif? Tidak ada ukuran pasti namun ada beberapa kategori yang dapat dipakai, diantaranya • Representasi • Menimbang bukti • Memeriksa pencilan outlier • Menggunakan kasus ekstrim • Memeriksa-silang kode • Memeriksa penjelasan • Mencari kontradiksi • Mendapatkan komentar dari partisipan Dalam menilai kualitas perlu juga memahami masalah pada analisis data seperti • Terlalu mengandalkan kesan permulaan saat wawancara tanpa mencari saturasi 32 • Kecenderungan untuk mengesampingkan informasi yang bertentangan • Menekankan hanya pada data yang terkonfirmasi • Mengesampingkan informasi tidak biasa atau informasi yang susah diperoleh • Terlalu berlebihan atau kurang bereaksi pada data baru • Terlalu banyak data untuk dianalisis. Kualitas analisis juga ditentukan oleh tujuan analisis. Apa yang ingin dicapai dalam analisis. Analisis data dapat memiliki berbagai macam tujuan. Misalnya pertama untuk menjelaskan fenomena sosial secara lebih terinci. Fenomena ini bisa merupakan pengalaman subyektif dari individual atau grup. Bisa terfokus pada satu kasus atau berupaya membandingkan beberapa kasus. Tujuan kedua bisa berupaya mencari penjelasan dari penyebab perbedaan yang ada diantara kasus. Tujuan ketiga adalah untuk membangun sebuah teori dari fenomena yang sedang diteliti. Isu-isu Lain dalam Wawancara Wawancara dan Saturasi Data Salah satu isu yang perlu dibahas adalah mengenai saturasi dalam pengambilan data wawancara. Wawancara akan menghasilkan informasi tidak terstruktur yang sangat banyak. Maka bagaimana kita sebagai peneliti menentukan bahwa kita telah cukup mencari data dan seberapa banyak wawancara yang perlu dilakukan? Pertanyaan ini sering ditemui oleh peneliti pemula karena memang tidak ada panduan eksplisit dalam riset kualitatif untuk mencapai saturasi. Peneliti perlu memahami tantangan dalam menentukan kapankah titik saturasi diperoleh. Jika tidak diperhatikan akan berakibat pada validitas isi penelitian. Bagian ini akan membahas lebih secara sekilas isu saturasi dalam penelitian kualitatif. Banyak ditemui dalam laporan penelitian mahasiswa mereka menuliskan bahwa data telah mencapai saturasi. Namun mereka tidak menjelaskan lebih lanjut klaim tersebut, bagaimana saturasi tercapai dalam penelitian mereka. Memang sulit untuk membuktikan bahwa data telah mencapai saturasi. Akan tetapi ada satu argumen bahwa peneliti perlu menjelaskan deskripsi yang jelas dari proses saturasi dalam laporan mereka. Misalnya Spring ; Caelli, Ray, & Mill 2003 berargumen evidence of saturation must be given in the presentation of the data and discussed via the forms in which it was recognized during the analysis’. 33 Apa yang dimaksud dengan saturasi data? Ada pendapat bahwa saturasi adalah poin dimana tidak ada lagi informasi yang baru yang diperoleh, tidak ada tema baru yang muncul, tidak ada lagi permasalahan kategori data Corbin & Strauss, 2014. Mirip dengan pendapat sebelumnya, saturasi dapat diperoleh ketika ada cukup informasi untuk mereplikasi penelitian O’Reilly & Parker, 2013; Walker, 2012, ketika kemampuan untuk mendapatkan infomasi tambahan baru telah tercapai dan ketika mengkode tidak bisa lagi dilakukan Guest, Bunce, & Johnson, 2006 Pertanyaan penting lain adalah metoda apa yang perlu dilakukan untuk mencapai saturasi data? Perlu dicatat bahwa tidak ada metoda tunggal untuk saturasi data one-size-does not fit-all. Alasannya karena desain penelitian qualitative sangatlah beragam. Bisa saja saturasi data untuk studi etnografi akan berbeda untuk studi kasus. Etnografi mencapai saturasi data melalui studi dalam waktu yang panjang di lapangan dan penggunaan berbagai macam metoda. Studi wawancara dapat mencapai wawancara dengan pertanyaan lanjutan misalnya. Studi kasus memiliki parameter sendiri yang lain. Meski tidak ada metoda tunggal namun ada kesepakatan bersama bahwa saturasi akan tercapai ketika tidak ada data baru, tidak ada tema baru, tidak ada kode baru, dan kemampuan untuk replikasi studi Guest et al., 2006. Ada banyak pendapat kapan saturasi dapat tercapai. Misalnya untuk wawancara hendaknya dilakukan dengan jumlah 15-30 responden. Namun ada baiknya menggunakan pendapat-pendapat itu bukan sebagai panduan pragmatis. Peneliti perlu untuk tahu sembari memahami data dan konteks penelitiannya. Data perlu dilihat aspek kekayaan dan ketebalannya Dibley, 2011 tidak hanya dilihat dari ukuran sampel saja Burmeister & Aitken, 2012 . Data yang kaya artinya berlapis-lapis, mendetail, kompleks, bernuansa Fusch & Ness, 2015. Sedangkan data yang tebal artinya banyak data yang diperoleh dari responden. Peneliti perlu berusaha untuk memperoleh data yang kaya dan juga tebal. Bisa saja data yang diperoleh itu kaya namun tidak mendalam atau sebaliknya mendalam namun tidak kaya. Kedua konsep ini dapat membantu untuk menentukan kepada siapakah wawancara perlu dilakukan. Jumlah wawancara yang banyak belum tentu menjamin saturasi begitu juga sampel yan sedikit. Salah satu cara untuk mencapai saturasi data adalah melalui triangulasi data lewat penggunaaan metoda tambahan. Misalnya wawancara yang dikombinasikan dengan FGD dan observasi. 34 Pengambilan sampel terus dilakukan sampai peneliti merasakan dia telah mencapai kejenuhan. Diskusi berikut disarikan dari Box 2013 yang menjelaskan mengenai saturasi dalam penelitian fenomenologinya. Saturasi menurut Box 2013 memang istilah yang problematis lihat Guest et al., 2006; Mason, 2010; Morse, 1995. Box menjelaskan bahwa istilah "kejenuhan teoritis" dalam Glaser & Strauss 1967, sebenarnya dipakai dalam riset-riset grounded theory namun arti dari kejenuhan seiiring waktu telah menjadi kabur. Glaser dan Strauss menggabungkan pengumpulan data dan analisis untuk satu kategori hingga mencapai kejenuhan, sebelum pindah untuk mengumpulkan dan menganalisis data untuk kategori lain. Jenis kejenuhan yang peneliti maksudkan di luar riset grounded theory mungkin bukan kejenuhan teoritis. Kemudian dia mengambil istilah "kejenuhan pengetahuan" menurut Bertaux 1981 yang menurutnya merupakan istilah yang lebih baik. Bertaux 1981 menjelaskan bagaimana peneliti belajar banyak dari beberapa wawancara pertama. Pada wawancara kelima belas, peneliti telah mengenali pola dari jawaban responden yang diwawancarai. Lebih banyak wawancara akan lebih mengkonfirmasi apa yang sudah diketahui oleh peneliti. Bagaimana kejenuhan pengetahuan dicapai atau dilewatkan selama pengambilan sampel seringkali sulit diketahui secara pasti. Menurut Mason, 2010, kemungkinan peneliti pemula yang menggunakan wawancara kualitatif akan menghentikan pengambilan sampel ketika jumlah sampel adalah kelipatan sepuluh bukan karena alasan kejenuhan. Ada juga yang berpendapat 12 wawancara kelompok homogen cukup untuk mencapai kejenuhan. Secara konseptual, kejenuhan bisa menjadi titik akhir pengumpulan data yang diinginkan. Secara operasional, keputusan untuk menghentikan wawancara adalah fungsi kombinasi dari semua atau beberapa faktor berikut Tabel 2. 6. Faktor-faktor Penentu Saturasi Jenis teknik sampling yang digunakan Patton, 2002 Apakah menggunakan sampling theoretical sampling, snowballing sampling, convenience sampling. sifat sampel dibatasi oleh teknik sampling Browne & Russell, 2003 Sumber daya penelitian Kvale & Brinkmann, 2014; Seidman, 2006. Jika pewawancara hanya dapat melakukan mengakses area tertentu, maka ada pengaruh aspek batasan geografis pada sampel. Struktur wawancara dan konten Guest et al., 2006 Semakin tidak terstruktur dan variabel konten, semakin banyak wawancara yang diperlukan Heterogenitas kelompok Guest et al. 2006 Semakin heterogen, semakin banyak wawancara yang diperlukan Jumlah wawancara yang sudah dilakukan Ryan & Bernard, 2003 Semakin sedikit wawancara yang sudah dilakukan, semakin banyak wawancara yang diperlukan. Semakin banyak wawancara, peneliti akan semakin percaya berapa lagi wawancara diperlukan Mason 2010 Kompleksitas wawancara Ryan & Bernard, 2003 Semakin besar kerumitan, semakin banyak wawancara yang dibutuhkan. jumlah peneliti dalam tim peneliti Ryan & Bernard, 2003 Pengalaman peneliti, kelelahan Ryan & Bernard, 2003, dan kepercayaan diri Mason 2010 Namun perlu dicatat bahwa tidak ada aturan pasti mengenai seberapa banyak jumlah wawancara yang diperlukan. Namun, jika metoda kualitatif dirancang untuk memenuhi ketelitian dan kepercayaan, data yang tebal dan kaya itu lebih diutamakan. Untuk mencapai prinsip-prinsip ini, peneliti akan membutuhkan setidaknya 12 wawancara, namun dengan syarat responden memiliki pengetahuan dan pengalaman di topik yang ingin diteliti. Dalam penelitian grounded theory, peneliti bisa mulai dengan 12 responden dan wawancara lebih banyak lagi responden jika data yang didapat tidak cukup kaya. Dalam penelitian fenomenologi ada norma 6 wawancara sudah dirasa cukup. Diskusi menarik mengenai isu saturasi dalam wawancara dapat diikuti di Box 2013. Peneliti bisa memilih apakah akan mewawancarai ulang atau menambah responden. Wawancara ulang atau lanjutan dilakukan dengan kembali ke responden utama untuk wawancara kedua atau ketiga. Wawancara ini bertujuan untuk memperluas kedalaman informasi atau mengatasi kesenjangan yang muncul dalam analisis data. Sedangkan mewawancarai responden baru bertujuan untuk meningkatkan cakupan, kecukupan dan kelayakan data Morse, 1995. Keduanya merupakan pilihan yang diserahkan ke peneliti. Kritik dan Keterbatasan Metoda Wawancara Wawancara dapat dilihat sebagai satu bentuk metoda namun secara umum dapat dilihat juga sebagai berbagai macam praktik yang menggunakan percakapan untuk tujuan produksi pengetahuan. Wawancara dapat dilihat 36 sebagai alat untuk menceritakan pengalaman masal lalu, atau bisa juga lokasi untuk membahas makna dari sebuah fenomena. Wawancara dapat digunakan untuk berbagai tujuan dari menemukan fenomena, memperoleh baru, atau membangun praktik baru. Namun bukan berarti wawancara tanpa kritik. Berikut ini akan dibahas keterbatasan wawancara yang sering muncul dan tanggapan pada keterbatasan itu 1. Penelitian kualitatif bukanlah metoda penelitian yang valid. Sebagian orang akan mengatakan secara eksplisit bahwa wawancara kualitatif tidak ilmiah karena tidak melibatkan angka dan statistik sebagai bagian dari aspek ilmiahnya. 2. Penelitian kualitatif mengandalkan pada subyektivitas dan tidak dapat memberikan pengetahuan yang objektif Keberatan ini harus ditanggapi dengan pertanyaan "Apa yang Anda maksud dengan pengetahuan obyektif?" Jika pengetahuan obyektif berarti pengetahuan yang mencerminkan materi bahasannya, tampaknya tidak kontroversial karena wawancara kualitatif dapat memberi hal itu. 3. Wawancara kualitatif melibatkan pertimbangan manusia maka kurang reliabel Faktor manusia menentukan apa yang akan dianalisis, jika bukan karena faktor manusia — manusia berbicara, berinteraksi, memahami, dan menafsirkan satu sama lain — tetapi ini tidak berarti bahwa analisis dan interpretasi tidak dapat dibahas dan dikaji secara rasional. 4. Wawancara kualitatif umumnya berdasarkan beberapa kasus maka tidak bisa digeneralisasi Studi kualitatif tidak dapat, seperti penelitian kuantitatif, menunjukkan kemampuan generalisasi secara statistik dengan menerapkan tingkat signifikansi, misalnya, tetapi harus menggunakan beberapa bentuk generalisasi analitik. Isu dan Solusi Validitas, Reliabilitas, dan Generalisasi dalam Wawancara Bagaimana pewawancara yakin bahwa data yang dilaporkan atau ditulisnya adalah sesuai dengan apa yang disampaikan dan dimaksudkan oleh responden? Bagaimana juga pewawancara mengetahui bahwa responden mengungkapkan hal yang benar? Dan jika orang lain yang melakukan wawancara, apakah responden akan menyampaikan hal yang sama? Atau jika 37 wawancara dilakukan pada waktu yang berbeda, apakah responden akan merekonstruksi pengalamannya secara berbeda? Atau jika orang lain yang diwawancarai, apakah pewawancara akan mendapatkan pemahaman yang berbeda atau bahkan hasil yang kontradiktif? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu berkaitan dengan masalah validitas, reliabilitas, dan generalisasi yang seringkali dihadapi oleh peneliti yang melakukan pengumpulan data dengan metoda wawancara. Menurut McKinnon 1988, ada beberapa strategi dan taktik yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah validitas dan reliabilitas dalam penelitian lapangan, termasuk yang menggunakan metoda wawancara. Beberapa strategi tersebut diantaranya berkaitan dengan penggunaan metoda lain selain wawancara atau sering disebut dengan triangulasi, dan juga berkaitan kepribadian dan perilaku pewawancara pada saat melakukan wawancara. Adapun beberapa taktik yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah validitas dan reliabilitas antara lain berkaitan dengan cara penulisan catatan, tim riset, pemilihan responden, serta penggunaan pertanyaan penelusuran probing question. Silverman 2017 menambahkan bahwa ada lima cara yang dapat dilakukan dalam analisis data kualitatif agar diperoleh hasil atau temuan yang valid, yaitu 1. Prinsip refutabilitas - peneliti berusaha menyanggah asumsi awal tentang data agar objektivitas terjaga, dan peneliti berusaha menguji kembali data yang sudah diperoleh. 2. Senantiasa mencari kasus perbandingan – melalui triangulasi baik menggunakan data lain maupun metoda lain. 3. Pentafsiran data secara komprehensif – satu data dapat dianalisis berulang kali hingga hasilnya dapat digeneralisasi ke semua data yang terkumpul. 4. Analisis kasus yang menyimpang – setiap data yang terkumpul baik yang sesuai dengan prediksi maupun tidak tetap harus dianalisis sampai diperoleh penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan. 5. Penggunaan tabulasi data yang tepat Pengajaran Metoda Wawancara Jika wawancara begitu mendominasi pilihan metoda dalam riset kualitatif, maka perlu dibahas pula bagaimana mengajarkan metoda ini ke mahasiswa? Berikut ini dijelaskan dalam bentuk tabel mengenai aktivitas pengajaran yang dapat diterapkan. 38 Tabel Aktivitas dalam Pengajaran Metoda Wawancara Memahami teori wawancara sebelum dan selama penelitian • Menulis pernyataan subyektivitas • Melakukan wawancara dengan peneliti • Berpartisipasi dalam latihan wawancara o Apa konsep yang tertanam di balik pertanyaan? o Mengapa pertanyaan ini penting bagi Anda? • Meneliti artikel untuk wawancara Mengembangkan refleksivitas • Investigasikan asumsi dan perspektif peneliti tentang topik / partisipan penelitian • Menginterogasi topik dan pertanyaan penelitian awal • Kembangkan proposal penelitian • Selidiki presuposisi dan perspektif peneliti tentang topik / partisipan penelitian • Pertanyaan wawancara percontohan dan refleksi pada proses wawancara / refleksivitas • Periksa subjektivitas selama proses penelitian • Rekam masalah metodologis yang muncul selama proses penelitian Memeriksa praktik pewawancara lain • Amati contoh wawancara o Meninjau praktik wawancara di media TV, radio, World Wide Web o Pemodelan wawancara oleh instruktur bermain peran • Meninjau transkrip wawancara dari penelitian lain Mengembangkan pengamatan kritis dan keterampilan mendengarkans • Amatilah beberapa contoh praktik wawancara o Bagaimana pewawancara dan responden bertanya dan menjawab pertanyaan? o Bagaimana data dikonstruksi oleh pembicara? o Apa hasil untuk produksi “data” untuk tujuan penelitian? o Apa bentuk bukti dalam transkripsi? Mengembangkan praktik wawancara yang reflektif • Kembangkan pertanyaan penelitian dan pertanyaan wawancara • Melakukan praktik wawancara individu dan / atau kelompok fokus o Berpartisipasi dan merefleksikan wawancara yang dilakukan dalam latihan wawancara o Merefleksikan hasil rekaman wawancara pilot Mempelajari cara mendesain studi penelitian dan melakukan wawancara • Pertimbangkan implikasi epistemologis dan teoritis yang mendasari asumsi bentuk wawancara misal Etnografi, fenomenologis, feminis, kelompok terfokus • Kembangkan pertanyaan wawancara yang selaras dengan asumsi teoritik tentang wawancara • Gunakan panduan wawancara untuk mengajukan pertanyaan • Merumuskan pertanyaan tindak lanjut untuk memperoleh rincian lebih lanjut mengenai deskripsi peserta • Dengarkan responden dengan seksama dan antusias • Secara kritis mengamati bagaimana pewawancara dan responden berorientasi pada ucapan dan tindakan satu sama lain Mengembangkan wawancara untuk penelitian sendiri • Mengembangkan proposal penelitian yang mencakup latar belakang, literatur pendukung, pertanyaan penelitian, dan protokol wawancara • Menerapkan peninjauan ijin subyek manusia Berlatih merancang penelitian • Cocokkan asumsi epistemologis dan teoretis mengenai penelitian sosial dengan metoda-metoda pengumpulan data yang digunakan • Cocokan genre wawancara yang dipilih dengan pertanyaan penelitian yang diajukan misal Etnografi, feminis, fenomenologis, wawancara riwayat lisan, grup terfokus • Kembangkan pertanyaan wawancara yang akan memunculkan data untuk menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan • Memahami prosedur kelembagaan yang diperlukan untuk melakukan penelitian terkait etika dengan subyek manusia Melakukan proyek wawancara • Merekrut peserta • Menjadwalkan wawancara • Melakukan wawancara dengan proses berikut o Wawancara direkam audio /video o Informed consent dijelaskan o Mendengarkan dengan seksama o Panduan wawancara diikuti o Pertanyaan lanjutan diajukan Mempelajari cara menghasilkan data wawancara untuk keperluan penelitian • Memahami langkah dalam merekrut peserta penelitian misal keterlibatan gatekeeper • Cari tempat dan jadwal yang tepat untuk wawancara penelitian • Menunjukkan penguasaan teknis peralatan yang digunakan dalam wawancara misalnya, peralatan digital atau analog, mikrofon eksternal • Jelaskan tujuan penelitian kepada peserta • Kembangkan keterampilan berbicara untuk berbicara dengan teman / orang asing • Kembangkan pertanyaan tindak lanjut untuk mendapatkan deskripsi lebih lanjut • Tunjukkan rasa hormat kepada peserta • Pertimbangkan implikasi etis dari studi misal masalah sensitif Bekerja dengan data wawancara • Menyusun transkripsi wawancara Mempelajari cara menafsirkan dan menganalisis data wawancara • Cocokkan asumsi teoritis dari sifat ontologis dan epistemologis dari data wawancara dengan persyaratan transkripsi misalnya, apakah konvensi transkripsi sesuai • Menunjukkan penguasaan teknis peralatan misalnya, perangkat lunak transkripsi, mengunduh dan menyimpan file digital Diadopsi dari Gubrium et al., 2012 Daftar Pustaka Atkinson, P., & Silverman, D. 1997. Kundera’s Immortality The Interview Society and the Invention of the Self. Qualitative Inquiry, 33, 304–325. Beasley, M. S., Carcello, J. V, Hermanson, D. R., & Neal, T. L. 2009. The Audit Committee Oversight Process. Contemporary Accounting Research, 261, 65–122. Bazeley, P., & Jackson, K. 2013. Qualitative Data Analysis with NVivo. SAGE Publications. Bertaux, D. 1981. Biography and society the life history approach in the social sciences. Sage Publications. Boll, K. 2014. Shady car dealings and taxing work practices An ethnography of a tax audit process. Box, I. 2013. Cowboy, Cataloguer, Methodist, Magician and Master Gestalts of Analysis and Design. Brinkmann, S. 2013. Qualitative Interviewing. OUP USA. Browne, J., & Russell, S. 2003. Recruiting in Public Places A Strategy to Increase Diversity in Qualitative Research Samples. Qualitative Research Journal , 32, 75–87. Burmeister, E., & Aitken, L. M. 2012. Sample size how many is enough? Australian Critical Care Official Journal of the Confederation of Australian Critical Care Nurses, 254, 271–274. Corbin, J., & Strauss, A. 2014. Basics of Qualitative Research. SAGE Publications. Corley, K. G., & Gioia, D. A. 2004. Identity ambiguity and change in the wake of a corporate spin-off. Administrative Science Quarterly, 492, 173–208. Creswell, J. W., & Poth, C. N. 2017. Qualitative Inquiry and Research Design Choosing Among Five Approaches. SAGE Publications. Dahler-Larsen, P. 2008. Displaying Qualitative Data. University Press of Southern Denmark. Davies, C. A. 2008. Reflexive Ethnography 2nd ed.. London Routledge De Hoyos, M., & Barnes, 2012. Analysing Interview Data. Coventry. Retrieved from Dibley, L. 2011. Analysing narrative data using McCormack’s Lenses. Nurse Researcher, 183, 13–19. Flick, U. 2014. Mapping the Field. The SAGE Handbook of Qualitative Data Analysis, 3–18. 41 Foucault, M., Martin, L. H., Gutman, H., & Hutton, P. H. 1988. Technologies of the Self A Seminar with Michel Foucault. University of Massachusetts Press. Fox, K. A. 2018. The manufacture of the academic accountant. Critical Perspectives on Accounting. Fusch, P. I., & Ness, L. R. 2015. The Qualitative Report Are We There Yet? Data Saturation in Qualitative Research Are We There Yet? Data Saturation in Qualitative Research. The Qualitative Report, 209, 1408–1416. Gephart, R. P. 1993. The Textual Approach Risk and Blame in Disaster Sensemaking. Academy of Management Journal, 366, 1465–1514. Glaser, B. G., & Strauss, A. L. 1967. The Discovery of Grounded Theory Strategies for Qualitative Research. Aldine. Gubrium, J. F., Holstein, J. A., Marvasti, A. B., & McKinney, K. D. 2012. The SAGE Handbook of Interview Research The Complexity of the Craft. SAGE Publications. Guest, G., Bunce, A., & Johnson, L. 2006. How Many Interviews Are Enough? Field Methods, 181, 59–82. Harvard Department of Sociology. 2017. Strategies for qualitative interviews. Harvard University. Boston. Retrieved from Holstein, J. A., & Gubrium, J. F. 1995. The Active Interview. SAGE Publications. Kornberger, M., Justesen, L., & Mouritsen, J. 2011. “When you make manager, we put a big mountain in front of you” An ethnography of managers in a Big 4 Accounting Firm. Accounting, Organizations and Society, 368, 514–533. Kvale, S., & Brinkmann, S. 2014. InterViews. SAGE Publications. Retrieved from Mason, M. 2010. Sample Size and Saturation in PhD Studies Using Qualitative Interviews. Forum Qualitative Social Research, 113. Mann, S. 2016. Interview Context. In The Research Interview pp. 58–85. London Palgrave Macmillan UK. McKinnon, J. 1988. Reliability and Validity in Field Research Some Strategies and Tactics. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 11, 34–54. Miles, M. B., Huberman, A. M., & Saldana, J. 2013. Qualitative Data Analysis. SAGE Publications. Mishler, E. G. 1991. Research Interviewing. Harvard University Press. Retrieved from Morse, J. M. 1995. The Significance of Saturation. Qualitative Health Research, 52, 147–149. O’Reilly, M., & Parker, N. 2013. Unsatisfactory Saturation’ a critical exploration of the notion of saturated sample sizes in qualitative research. Qualitative Research, 132, 190–197. Patton, M. 2002. Qualitative Research & Evaluation Methods 3rd ed.. Thousand Oaks, CA SAGE Publications. Pavlenko, A. 2007. Autobiographic Narratives as Data in Applied Linguistics. Applied Linguistics, 282, 163–188. Pratt, M. G. 2008. Fitting oval pegs into round holes Tensions in evaluating and publishing qualitative research in top-tier North American journals. Organizational Research Methods, 113, 481–509. Pratt, M. G. 2009. From the editors For the lack of a boilerplate Tips on writing up 42 and reviewing qualitative research. American Society of Nephrology Briarcliff Manor, NY Roulston, K. 2010. Reflective Interviewing A Guide to Theory and Practice. SAGE Publications. Roussy, M. 2013. Internal auditors’ roles From watchdogs to helpers and protectors of the top manager. Critical Perspectives on Accounting, 247–8, 550–571. Rowley, J. 2009. Conducting research interviews. Management Research Review, 353/4, 260–271. Rubin, H. J., & Rubin, I. S. 2012. Qualitative Interviewing The Art of Hearing Data. SAGE Publications. Ryan, G. W., & Bernard, H. R. 2003. Techniques to Identify Themes. Field Methods, 151, 85–109. Schuchter, A., & Levi, M. 2015. Beyond the fraud triangle Swiss and Austrian elite fraudsters. Accounting Forum, 393, 176–187. Schutt, R. K. 2011. Investigating the Social World The Process and Practice of Research. SAGE Publications. Seidman, I. 2006. Interviewing as Qualitative Research A Guide for Researchers in Education and the Social Sciences. Teachers College Press. Silverman, D. 2015. Interpreting Qualitative Data. SAGE Publications. Retrieved from Silverman, D. 2016. Qualitative Research. SAGE Publications. Retrieved from Silverman, D. 2017. Doing Qualitative Research. SAGE Publications. Retrieved from Spring ; Caelli, K., Ray, L., & Mill, J. 2003. Clear as mud’ Toward greater clarity in generic qualitative research. International Journal of Qualitative Methods Vol. 2. Talmy, S., & Richards, K. 2011. Theorizing Qualitative Research Interviews in Applied Linguistics. Applied Linguistics, 321, 1–5. Walker, J. L. 2012. The use of saturation in qualitative research. Canadian Journal of Cardiovascular Nursing = Journal Canadien En Soins Infirmiers Cardio-Vasculaires, 222, 37–46. Weick, K. E. 1995. Sensemaking in Organizations. SAGE Publications. Retrieved from Weick, K. E., Sutcliffe, K. M., & Obstfeld, D. 2005. Organizing and the Process of Sensemaking. Organization Science, 164, 409–421. Wolcott, H. F. 2009. Writing Up Qualitative Research. SAGE Publications. Indeks Analisis Isi, 19 Analisis Tematik, 20 Bourdieu, 11 constructionist, 3, 21, 26 interview society, 1 meaning-making, 5 neo-positivist, 3, 4 penelitian interpretif, 1, 7 penelitian kritis, 1 romantic, 3, 4 saturasi, 32 technologies of the self, 2 Wawancara kelompok terfokus, 8 Wawancara semi-terstruktur, 9 wawancara terstruktur, 4, 6 Wawancara tidak terstruktur, 7, 8 ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Fusch Lawrence NessFailure to reach data saturation has an impact on the quality of the research conducted and hampers content validity. The aim of a study should include what determines when data saturation is achieved, for a small study will reach saturation more rapidly than a larger study. Data saturation is reached when there is enough information to replicate the study when the ability to obtain additional new information has been attained, and when further coding is no longer feasible. The following article critiques two qualitative studies for data saturation Wolcott 2004 and Landau and Drori 2008. Failure to reach data saturation has a negative impact on the validity on one’s research. The intended audience is novice student researchers. © 2015 Patricia I. Fusch, Lawrence R. Ness, and Nova Southeastern University. Kenneth FoxThis paper uses observation and semi-structured interviews, informed by limited auto-ethnography, to examine the experiences of accounting doctoral students at a North American business school. Analyzing the findings with a theoretical approach to understanding scientific activity Knorr-Cetina, 1981, this study investigates the influence of networks of academic supervisors, colloquia facilitators, and other doctoral students on the socialization of developing accounting academics as they learn the research process. The paper demonstrates that these resource-relationships play a key role in the formation of the doctoral student in relation to their respective field. The paper also demonstrates the influence of the particular methodology they are learning, as part of the socialization process. The degree of the field-specific methods’ indeterminacy influences the students’ perception of limits to their freedom and innovation. Building on previous research, the paper challenges the opposition of interpretive accounting research to a positivist/functionalist mainstream the paper shows that despite the potential provided by the Inter-disciplinary stream’s indeterminacy of what constitutes “good research”, such opposition limits innovation and BrowneSarah RussellFor some research projects, recruiting in public places is an invaluable addition to sampling strategies. It complements the more traditional recruitment strategies by providing researchers with' opportunities to include people in the research who would otherwise be excluded. One of the limitations of selective and snowball sampling is that participants often come from the same social group. Participants from these social groups often share similar experiences and ways of thinking about those experiences. The aim of recruiting in public places is to move beyond this 'in group' to ensure a wider perspective. This paper illustrates how recruiting in public places can provide greater sample diversity for theoretical strength. The paper begins with a brief overview of recruiting in public places. It then describes the theoretical considerations associated with this recruiting strategy. The paper demonstrates how recruiting in public places facilitates grounded theory by providing comparisons that are informed by diverse experiences. Using examples and a case study, we illustrate how recruiting in public places can complement selective, snowball and theoretical sampling to ensure a more comprehensive sample.

pertanyaan dalam wawancara disusun berdasarkan